Setelah lulus dari SMA 2 Purbalingga pada 2009, pria kelahiran 13 Agustus 1988 ini memutuskan menjadi tentara angkatan udara dengan masuk ke Sekolah Pertama Tamtama Prajurit Karir (Semata PK) di Lanud Adi Soemarmo Solo. Terakhir ia bertugas di Batalyon Komando 462/Paskhas Pulanggeni, Pekanbaru. Dia mempersunting Tri Rejeki, warga Kecamatan Kejobong, Purbalingga, pada Januari 2014 dan memboyongnya ke Pekanbaru.
"Istrinya sempat mengantarnya, beberapa menit kemudian mendapat kabar kalau pesawat yang dinaiki suaminya jatuh. Terakhir ada kabar kalau dia sedang hamil muda. Mungkin dia pulang bersama jenazah suaminya," kata Andri Supriyanto, paman Pratu Ardianto, Rabu (1/7/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebelum kejadian, sekitar pukul 08.00, Ardianto menelepon bapaknya. Dia minta izin untuk bertugas di perbatasan. Dia berpesan agar keluarga di sini tetap sehat. Walau jauh, dia janji akan tetap pulang. Dia juga menjanjikan membawa pulang sepatu PDH yang diminta oleh bapaknya," ujarnya.
Tidak disangka telepon tersebut merupakan kabar terakhir Ardianto kepada orang tuanya. Anak pertama dari pasangan pegawai Lapas Purbalingga dan pedagang bakso di pojok Alun-alun Purbalingga itu dikenal sebagai pribadi yang kalem dan penurut.
Dia menjelaskan, orang tua korban tidak memiliki firasat apa pun mereka hendak kehilangan anaknya.
"Kalau saya malah sempat bermimpi menggotong mayat saudaranya dalam kondisi berdarah-darah. Tapi tidak tahu mayat siapa, ternyata keponakan saya," ujarnya.
Sementara menurut Kepala Penerangan dan Perpustakaan (Kapentak) Lanud Wirasaba Pelda Lugi Feri E mengatakan, dari informasi yang dia dapat jenazah Pratu Ardianto saat ini masih berada di rumah sakit dan kemungkinan akan diterbangkan dari Medan ke Yogyakarta hari ini. Jenazah akan dibawa bersama korban lain warga Semarang dan Banyumas. (arb/try)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini