Jakarta - Pimpinan DPR akan melayangkan surat kepada Presiden SBY untuk memberi 'teguran keras' kepada Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh alias Arman. DPR juga meminta Arman menindak tegas stafnya yang bertingkah tidak sopan. Maksudnya dipecat?Hal ini terkait dengan insiden yang terjadi dalam raker gabungan antara Komisi II dan III dengan Arman pada Kamis lalu 17 Februari 2005. Dimana seorang staf Kejagung melontarkan kata tidak senonoh kepada anggota dewan."Kami akan segera buat surat pada Presiden. Mudah-mudahan besok sudah diterima. Isinya meminta Presiden untuk menegur keras Jaksa Agung dan minta Jaksa Agung melakukan tindakan tegas pada stafnya yang bertindak melebihi batas-batas kesopanan," kata Ketua DPR Agung Laksono.Hal ini disampaikan dia dalam konferensi pers usai Rapat Pimpinan DPR di Gedung DPR jalan Gatot Soebroto Jakarta Pusat, Senin (21/2/2005). Dia didampingi 3 wakilnya yakni Soetardjo Soerjogoeritno, Muhaimin Iskandar, dan Zaenal Maarif.Dituturkan Agung, ketika raker berlangsung, ada pihak kejaksaan yang berdiri dan mengacungkan jari sambil mengucapkan kata tidak pantas dan sangat kasar dengan memakai istilah Sulawesi Selatan. (Arti kata itu disebut-sebut menggambarkan alat vital laki-laki, red).Tindakan orang tersebut, lanjut Agung, menanggapi pernyataan salah satu anggota dewan yang menggunakan istilah atau kiasan, jangan sampai terjadi situasi di mana Jaksa Agung menjadi ustad yang berada di kampung maling."Kata-kata ustad di kampung maling yang dilontar anggota Komisi III Anhar hanya ungkapan biasa. Sama saja seperti ungkapan anjing menggonggong, khafilah berlalu. Anjingnya bukan arti sebenarnya," tukas Agung.Dengan surat yang ditujukan kepada SBY itu, lanjut dia, DPR berharap masalah seperti itu tidak akan terjadi lagi. Dan ke depannya, setiap pejabat pemerintah dapat menerima saran dan kritik dari DPR dengan arif tanpa emosi.Mengenai masalah tuntutan kepada presiden agar Jaksa Agung diganti seperti diusulkan Komisi III, menurut Agung, hal tersebut akan menjadi masukan bagi pimpinan DPR untuk dibicarakan dengan presiden.
Teguran Keras=DiberhentikanUsai jumpa pers, Soetardjo kepada wartawan merinci istilah kata 'teguran keras'. "Istilah menegur keras hanyalah bahasa politik yang diperhalus. Itu bisa diartikan diberhentikan atau diganti," ujarnya.Hal senada disampaikan Muhaimin. "SBY harus menafsirkan sendiri istilah teguran keras. Kalau SBY sensitif, ya berarti diganti. Tapi kalau tidak, ya tidak apa-apa. Bagi saya pribadi, masalah ini sangat menjurus pada
contempt of parliament. Namun yang bisa menentukan hal tersebut adalah rapat konsultsi antara fraksi dan pimpinan dewan," katanya.Sedangkan Agung yang ditanya bentuk dari teguran keras itu seperti apa hanya menjawab diplomatis. "Itu diserahkan kepada Presiden. Tindakan terhadap staf kejaksaan itu juga diserahkan pada Jaksa Agung," ujarnya.Mengenai usulan Komisi II dan III DPR agar anggaran untuk kejaksaan dikurangi 50 persen usai insiden itu, Tardjo mengungkapkan kalau Pimpinan DPR tidak menyetujuinya. "Janganlah seperti itu," katanya.Akibat insiden itu, raker dihentikan. Dalam jumpa pers tadi siang, Komisi III sudah menegaskan tidak akan melakukan raker dengan Jaksa Agung hingga masalah selesai.Menanggapi hal itu, Agung menyerahkan sepenuhnya kepada Komisi III. "Selanjutnya diserahkan kepada Komisi III untuk meneruskan atau tidak raker yang sempat terhenti dengan Jaksa Agung," katanya.
(sss/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini