"Anak pertamanya kini masuk kuliah di kampus diΒ Semarang," kata kuasa hukum Musba, Abdul Hamim Jauzie saat berbincang dengan detikcom, Rabu (1/7/2015).
Jalan hidup Musba mulai berubah saat ia masuk dalam dunia maya pada 2008. Ia berkenalan di jejaring media sosial dengan orang baru. Salah satunya dengan WN Nigeria Lamido. Dari Lamido, Musba lalu terbius bisnis khayalan. Lamido mengaku mempunyai harta miliaran rupiah dan akan menginvestasikan ke Indonesia. Ia butuh rekanan di Indonesia dan Musba lalu tertarik bergabung. Sayang, untuk memuluskan bisnis ini, Musba harus keluar banyak uang guna mengurus izin dan membuka rekening di banyak bank. Bak tersedot magnet, Musba menuruti berbagai bualan Lamido.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan pengakuan Musba, ia kerap ke luar negeri untuk bertemu Lamido. Hingga perjalanan ke Hong Kong pada 2 Agustus 2014 yang mengantarnya ke bui.
Saat hendak pulang ke Indonesia, Lamido menitipi Musba tas untuk diserahkan ke temannya di Surabaya. Karena merasa rekan bisnis, Musba percaya saja. Ia lalu terbang ke Bandara Soekarno-Hatta. Sepanjang perjalanan, ia tidak menaruh curiga sama sekali dengan titipan tas tersebut. Hingga sampai di Bandara Soekarno-Hatta dan ia dipanggil petugas.
"Saat dipanggil ditanya, apakah benar ini tas klien saya, ya sama klien saya dijawab iya. Saat dibuka, Musba baru tahu isinya adalah narkoba jenis sabu seberat 3,5 kg," cerita Hamim.
Merasa tidak bersalah, pria kelahiran 16 September 1968 itu tenang menjalani semua proses hukum. Musba merasa dirinya dijebak oleh orang yang tidak senang jika dirinya sukses. Musba dihukum 15 tahun penjara oleh PN Tangerang dan ia tidak terima lalu mengajukan banding. Pengadilan Tinggi (PT) Banten lalu tetap menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara dalam putusan yang diketok Senin (30/6/2015).
"Kalau saya meyakini klien ini disiapkan tanpa sadar untuk membawa tas itu dengan dibungkus penipuan bisnis," kata Hamim menganalisa.
Pria kelahiran Bau-bau, Sulawesi Tenggara itu kini harus meringkuk di penjara. Keluarganya hancur. Anak-anaknya tidak mau mengakui siapa bapaknya.
"Kita harus hati-hati berkenalan dengan orang di jejaring dunia maya," kata Hamim mengambil hikmah dari kasus ini.
Kasus ini mengingatkan kepada pensiunan pegawai PT KAI, Istomo Gatot (75). Ia mengaku ke India untuk mengurus orang yang akan menyumbang dana sosial. Orang itu dikenalnya lewat jejaring dunia sosial.
Saat pulang ke Indonesia pada 20 November 2013, Istomo dititipi koper berisi 3 kg sabu. Alhasil, Istomo duduk di kursi pesakitan. Oleh Pengadilan Tinggi (PT) Banten, Istomo dihukum 7 tahun penjara atau lebih rendah dari putusan tingkat pertama yang menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara. (asp/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini