"Keputusan ini merupakan langkah tepat dan sudah lama diserukan oleh Aptisi," kata Ketua Aptisi Prof Edy Suandi Hamid kepada wartawan dalam acara buka puasa bersama di Jalan Kaliurang, Km 5,5 Sleman, Selasa, (30/6/2015).
Edy mengatakan Aptisi juga menyambut baik instruksi presiden untuk melanjutkan moratorium penegerian PTS. Hal ini disebabkan karena tidak jelasnya dasar implementasi PTS yang dinegerikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Edy, pendirian PT baru ini sangat relevan dan mendesak agar pemerintah dapat melakukan penataan dan penguatan PTN/PTS yang sudah dan jumlahnya sangat banyak saat ini. Tuntutan moratorium ini menjadi lebih mendesak jika dilihat pertumbuhan perguruan tinggi selama 10 tahun terakhir ini yang sudah tidak terkendali.
"Moratorium tersebut sebaiknya segera dilakukan bagi pendirian PT baru. Namun untuk kasus-kasus yang sangat khusus masih bisa dibuka," katanya.
Dia memaparkan pada tahun 2005 jumlah perguruan tinggi di Indonesia masih 2.426. Saat ini berdasarkan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDPT) per 7 Juni 2015 mencapai 4.273 PT. Itu artinya setiap dua hari sekali bertambah satu PT.
"Kenaikannya sungguh fantastis dan gila-gilaan. Dua kali lipat. Pemerintah perlu melakukan penataan sampai beberapa tahun ke depan," katanya.
Edy mengatakan moratorium juga bisa dilakukan secara selektif, yakni dengan melihat kebutuhan yang mendesak atau melihat kebutuhan regional yang belum terpenuhi, izin masih bisa diberikan. Namun pertimbangan tersebut harus disampaikan terbuka sehingga publik dapat mengetahui rasionalitasnya.
"Yang penting transparan dan publik tahu," kata Edy didampingi sejumlah anggota Aptisi lainnya.
Tidak seperti beberapa waktu lalu imbuh Edy, ada sinyalemen perguruan tinggi besar yang sudah mapan, mengajukan pembukaan prodi baru butuh waktu lima tahun. Namun ada juga yang mengurus pendirian universitas bisa kurang dari satu tahun.
"Ini untuk menghindari soal faktor "kedekatan" dengan pengambil kebijakan yang menjadi faktor dominan dalam proses perizinan," katanya. (bgs/rul)











































