Bagansiapiapi - Bisnis sarang burung wallet memang menggiurkan. Tapi aktivitasnya menimbulkan pencemaran atau polusi pendengaran bagi warga. Pemda pun sulit menarik pajak ekspornya.Selain menuai keuntungan dari penjualan air liur burung wallet seharga Rp 30 juta per kg, bisnis ini juga menuai keresahan warga. Begitulah yang terjadi di sejumlah rumah toko (ruko) di Bagansiapiapi, ibukota Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Riau.Seluruh ruko yang baru dibangun pasca kebakaran tahun 1999 silam, kini semuanya disulap menjadi sarang burung wallet. Kebanyakan ruko di Bagan mulai dari lantai 2 hingga ruko tertinggi yang berlantai 4 dijadikan lahan bisnis sarang burung wallet.Yang jadi masalah, dalam aktivitasnya, pita kaset hasil rekaman suara burung wallet dibunyikan melalui pengeras suara yang terpasang di atas ruko. Tujuannya agar burung wallet masuk ke sarang buatan di ruko tersebut.Parahnya lagi, suara yang memekakkan telinga itu dibunyikan 1x24 jam. Sudah pasti suasana kota sekitar pun menjadi bising tak karu-karuan mulai pagi hingga malam hari, dan berlanjut serupa pada pagi berikutnya.Setelah ada komplain dari warga setempat, baru satu bulan ini ada perubahan sedikit perubahan mengenai waktu pemasangan pita kaset rekaman suara burung wallet itu, yakni mulai pagi hari hingga sekitar pukul 23.00 WIB."Sekarang para pemilik sarang burung wallet dilarang untuk menghidupkan pita suara kaset burung wallet hingga malam hari. Sebab aktivitas warga mulai terganggu dengan suara tersebut," kata Humas Pemda Rohil, Basirwan Yunus kepada
detikcom, Senin (21/2/2005).Dituturkan dia, batas normal bunyi untuk tidak mengganggu pendengaran manusia maksimal 65 desibel. Sementara suara pita kaset yang dipancarkan di atas ruko di Bagan sudah melebih batas normal, yakni mencapai 76 desibel."Kondisi ini sudah bisa kita kategorikan pencemaran pendengaran. Karena itu, pemerintah setempat tengah mencari solusi agar pemancaran pita suara burung lewat kaset itu bisa ditinjau ulang. Nantinya kita akan membuat Peraturan Daerah (Perda). Saat ini tengah kita godok," kata Basirwan.Selain suara pita rekaman yang mengganggu pendengaran, pemerintah setempat juga kesulitan untuk memungut biaya pajak ekspor untuk sarang wallet tersebut. Sejak adanya sarang wallet pada tahun 1980-an hingga saat ini, pemerintah hanya bisa memungut pajak usaha dan bangunan saja.Karena itu, kata Basirwan, Pemda akan segera mengeluarkan Perda soal burung wallet. Misalnya mengatur pita rekaman suara dan izin usaha. Harga air liur burung wallet itu bila diekspor ke Singapura, Malaysia dan Cina minimal Rp 30 juta per kg. "Hingga kini pemerintah belum bisa mengambil pajak dari hasil ekspor air liur burung wallet itu," keluhnya.
(sss/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini