Satgas Anti Illegal Fishing: Kok yang Ekspor Ikan Tidak Pernah Diperiksa?

Satgas Anti Illegal Fishing: Kok yang Ekspor Ikan Tidak Pernah Diperiksa?

Dhani Irawan - detikNews
Jumat, 26 Jun 2015 23:11 WIB
Merauke - Wakil Ketua Satgas Anti Illegal Fishing Yunus Husen masih terheran-heran karena kapal pencuri ikan terbesar yang pernah ditangkap malah terlepas dari hukuman berat. Kapal yang dimaksud yaitu MV Hai Fa berbendera Panama.

Yunus menyebut saat itu jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa dengan 3 dakwaan yaitu tidak ada SLO (Surat Laik Operasi), radar Vessel Monitoring System (VMS) yang dimatikan dan mengangkat hiu martil yang dilarang diekspor. Namun JPU hanya bisa membuktikan 1 dakwaan yaitu tentang hiu martil.

"Dengan 3 dakwaan alternatif padahal faktanya berbeda, nggak ada SLO, MVS mati, ada hiu martil yang nggak boleh diekspor. Itu dia pakai alternatif padahal perbuatannya berbeda. Jadi dipilih yang mudah saja, hiu martil saja yang kena Rp 200 juta saja, nah itu juga masalah," kata Yunus usai mengunjungi proses persidangan 5 kapal Sino di Pengadilan Merauke, Papua, Jumat (26/6/2015).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak hanya itu, Yunus juga geram lantaran selama ini perusahaan perikanan yang melakukan ekspor ikan-ikan hasil tangkapan illegal itu tak diproses hukum. Bahkan, lanjut Yunus, perusahaan itu tidak pernah diperiksa penyidik.

"Di Ambon yang mengekspor itu PT Avona Mina Lestari, orang yang mengekspor barang tidak pernah diperiksa sama sekali, yang diperiksa cuma kapalnya doang, sama nahkoda sama ini ahli saja. Harusnya yang mengekspor diperiksa dong, nggak pernah diperiksa sama sekali itu. Dan P21 terlalu cepat, sehari sudah P21," cecar Yunus.

Ke depan, Yunus menyebut satgas ingin melakukan komunikasi lebih intens dengan pengadilan dan kejaksaan. Komunikasi itu dilakukan melalui pedoman serta pelatihan bersama agar ada kesepahaman dalam rangka memberantas illegal fishing.

Terlepas dari itu, Yunus mengatakan tuntutan jaksa untuk lima kapal Sino di Merauke cukup tinggi yaitu setengah dari hukuman maksimal. Ke depan, satgas ingin koordinasi dengan kejaksaan dan pengadilan semakin bagus untuk menghukum para maling ikan tersebut.

Dalam sidang di Pengadilan Merauke, Kamis (25/6) kemarin, jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Merauke tetap pada tuntutannya terhadap 5 terdakwa yaitu fishing master kapal Sino milik PT Sino Indonesia Shunlida Fishing. Jaksa meminta hakim untuk menyatakan kelimanya bersalah.

"Meminta majelis hakim yang mulia untuk menyatakan kelima terdakwa bersalah melakukan tindak pidana perikanan," kata jaksa Carles Aprianto saat membacakan replik di Pengadilan Negeri Merauke, Papua, Kamis (25/6/2015).

Jaksa sebelumnya telah membacakan tuntutan terhadap kelima fishing master kapal tersebut yaitu masing-masing hukuman pidana penjara selama 3 tahun, denda Rp 1 miliar dan subsider 6 bulan penjara. Ikan hasil tangkapan pun telah dilelang senilai Rp 6,6 miliar.

"Penuntut umum juga meminta majelis hakim memutuskan agar kapal-kapal tersebut dirampas negara," ujar Carles.

Persidangan tersebut dipimpin oleh hakim ketua Dicky Syarifuddin ditemani oleh hakim anggota Ahmad Dahlan dan Lahole. Usai pembacaan replik, hakim ketua Dicky pun menyebutkan sidang dilanjutkan dengan agenda duplik dari penasihat hukum.

"Untuk sidang selanjutnya karena sudah ditentukan jadwalnya yaitu dengan agenda duplik dari penasihat hukum pada Senin, 29 Juni 2015," ucap hakim ketua Dicky sembari mengetuk palu.

Dalam sidang tersebut, hadir pula sebagai pengunjung sidang yaitu Wakil Ketua Satgas Illegal Fishing Yunus Husen dan Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki. Kehadiran keduanya diakui sebagai bentuk pengawasan terhadap jalannya proses pengadilan.

Kelima fishing master yang duduk di kursi pesakitan merupakan warga negara Tiongkok yang menjadi komandan 5 kapal Sino yaitu kapal Sino 16, Sino 17, Sino 18, Sino 28 dan Sino 29. Kelima kapal itu ditangkap oleh pengawas perikanan PSDKP Merauke pada 25 Desember 2014.

Kapal-kapal itu ditangkap lantaran menangkap ikan tanpa izin (SIPI). Izin SIPI dari kelima kapal itu telah dicabut sejak tanggal 30 Oktober 2014 karena melakukan pendaratan ikan tidak di pelabuhan pangkalan dan berlayar tanpa Surat Laik Operasi (SLO). (dhn/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads