Komunitas itu dimaksudkan agar anak-anak muda bisa semakin tanggap terhadap permasalahan lingkungan. Sikap itu bisa melahirkan ketertiban dan keterjagaan lingkungan dari kerusakan. Contoh kecilnya, anak-anak muda diharapkan tak lagi membuang sampah sembarangan.
"Kita ingin menciptakan kesadaran, mendapatkan ilmu pengetahuan, dan agar kawan-kawan mempunyai dasar untuk berkegiatan di bidang lingkungan," kata Adel, panggilan Adeline, kepada detikcom, Selasa (23/6/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Waktu itu saya belum pernah tahu isu pemanasan global. Namun sekarang isu 'go green' sudah menjadi hot topic, tapi dulu isu itu belum terlalu panas. Anak-anak belu tahu apa itu pemanasan global," kata dia.
Komunitas Sahabat Alam akhirnya terbentuk pada 6 Juli 2008 setelah Adel tergerak menanam pohon bakau. Awalnya, dia bertanya-tanya bagaimana bisa tempat tinggalnya di Kelapa Gading Jakarta Utara terenda banjir pada 2007.
Setelah bertanya kepada guru di kelas yang baru saja dimulai setelah libur banjir, guru di kelas 1 SMP Adel lantas menjelaskan soal pemanasan global. "Saya ingat sekali waktu itu, guru-guru bertanya kabar kami setelah banjir. Kemudian guru menjelaskan soal kutub utara yang mulai mencair, dan seterusnya," tutur dia.
Tak hanya puas dengan penjelasan guru, Adel mencari informasi lewat internet. Akhirnya Adel menemukan bahwa menanam pohon merupakan cara yang bagus untuk menjaga lingkungan, dan pohon bakau adalah salah satu jenis yang punya banyak manfaat untuk lingkungan. (dnu/tor)