Tengok saja dua kasus 'kembar' yang sedang ditangani KPK. Kasus suap gas alam di Bangkalan dan suap tambang batubara di Tanah Laut, terjadi karena si tersangka penerima suap memiliki hubungan kekeluargaan dengan si kepala daerah incumbent. Pola seperti ini tidak akan terjadi bila politik dinasti tidak tumbuh subur di daerah.
Dalam kasus suap gas alam di Bangkalan, KPK menetapkan mantan bupati wilayah tersebut, Fuad Amin sebagai tersangka. Fuad sebelumnya memimpin Bangkalan selama dua periode dari 2003-2013.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fuad Amin |
Sama-sama menjual pengaruh. Itulah persamaan dari dua kasus itu. Fuad Amin di Bangkalan dan Adriansyah di Tanah Laut, sama-sama mantan bupati --keduanya juga sama-sama menjabat dua periode-- namun masih memiliki pengaruh kuat.
Pengaruh itu tak lain disebabkan karena bupati incumbent dari Kabupaten Bangkalan dan Tanah Laut, sama-sama merupakan anak kandung dari keduanya. Diduga, meski tak lagi menjabat, Fuad maupun Adriansyah sama-sama masih meneruskan pembicaraan dengan perusahaan yang menjadi mitra Pemda saat mereka memimpin.
Untuk kasus Fuad Amin, KPK mengatakan ada keterlibatan sang bupati incumbent yakni Muhammad Makmun Ibnu Fuad dalam kasus itu. Sedangkan untuk kasus Tanah Laut yang masih baru di KPK, ada tidaknya keterlibatan Bambang Alamsyah, anak Adriansyah sedang didalami.
Kerentanan terjadinya tindak korupsi pada politik dinasti ini juga disorot oleh PPATK. Lembaga intelijen keuangan ini menemukan pola kuat, korupsi maupun pencucian uang di lingkungan keluarga kepala daerah.
Adriansyah |
Oleh karena itu PPATK mendorong agar dimunculkan syarat khusus, kepada calon kepala daerah, tidak memiliki hubungan darah dengan kepala daerah yang akan lengser.
"Dengan mempertimbangkan pula modus pencucian uang secara tipologi ternyata cenderung melibatkan anggota keluarga, maka sebagai upaya pencegahan KKN dan TPPU maka dalam membangun zona antikorupsi kiranya perlu diatur pembatasan jabatan-jabatan strategis yang boleh diduduki para anggota keluarga kepala daerah. Sehingga pemerintahan daerah terhindarkan dari kekuasaan dinasti kekeluargaan," demikian Wakil Ketua KPK Agus Santoso, 14 April lalu.
Saat ini, sejumlah kepala daerah yang mencoba mengakali aturan petahana adalah Wakil Wali Kota Sibolga Marudut Situmorang dan Wali Kota Pekalongan M Basyir Ahmad. Marudut terang-terangan mengakui mundur demi memuluskan pencalonan istrinya sebagai wali kota, sedangkan Basyir tak buka-bukaan sepenuhnya, namun istrinya membuka lebar-lebar peluang maju Pilwalkot Pekalongan. (faj/tor)












































Fuad Amin
Adriansyah