Bangunan masjid itu bercat putih dan masih mempertahankan arsitektur kuno. Pondasi masjid yang terletak di Kota Beureunuen, Kecamatan Mutiara, Pidie, Aceh ini dibangun pada tahun 1951 atas prakarsa Teungku Muhammad Daud Beureueh dengan bantuan masyarakat.
Setelah fondasi siap, pembangunan masjid sempat terhenti selama 10 tahun. Bukan karena tak ada biaya, tapi saat itu Tengku Daud Beureueh memilih hijrah ke hutan akibat konflik DI/TII di Aceh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pembangunan masjid mulai dari penimbunan hingga fondasi dikerjakan warga dari beberapa kecamatan di Pidie secara sukarela. Mereka bergiliran mendapat jatah sesuai yang ditunjuk oleh Tengku Daud Beureueh. Pada tahun 1973, bangunan masjid seluas 1.350 meter persegi itu selesai dibangun.
"Tahun 1973 sudah bisa digunakan untuk salat. Untuk fondasi masjid ini digali oleh warga sedalam enam meter sehingga hingga kini masih berdiri kokoh," kata bilal Masjid Baitul Aβla Lilmujahidin, Tengku Sulaiman, saat ditemui di kompleks masjid, Minggu (21/6/2015).
Masjid yang terletak di pinggir jalan lintas Banda Aceh-Medan ini selalu ramai dikunjungi warga yang sedang melakukan perjalanan. Pada masa Abu Beureueh masih hidup, banyak masyarakat yang melintas baik dari arah timur maupun barat berupaya menjadwalkan salat Jumat di masjid yang dihiasi relief berukir hiasan flora ini.
Bukan hanya masjid yang ramai disinggahi warga, tapi juga makam Tengku Daud Beureueh yang terletak persis di samping masjid. Makam tersebut dipagar dengan teralis putih ukuran segi empat. Di dalamnya terdapat dua pohon jarak dan batu nisan bertuliskan "Tgk Syiβ Di Beureuβeh (Tgk. Muhammad Dawud Beureuβeh), Lahir Ahad 17 Jumadil Awal 1317 (23 September 1899), Wafat Rabu 14 Zulqaidah 1407 (10 Juni 1987)."
Menurut Tengku Sulaiman, makam tersebut kerap dikunjungi warga yang ingin melepas nazar. Biasanya, warga di sana ziarah makam tersebut pada Senin atau hari Kamis. Pun demikian, pengelola masjid tidak membolehkan penziarah melakukan salat atau menggantungkan kain putih di sisi makam. Hal ini sesuai dengan amanah Abu Beureueh yang menilai tindakan itu perbuatan syirik.
Selain itu, tak jauh dari bangunan masjid berdiri sebuah balai yang kerap digunakan warga yang melakukan perjalanan untuk beristiharat. "Mereka banyak tidur-tidur di balai samping masjid karena saya tidak mengizinkan orang tidur di dalam masjid," jelas Tengku Sulaiman.
Meski kini sudah berusia 60 tahun, bangunan masjid ini masih berdiri kokoh. Menurut Tengku Sulaiman, sejak pertama kali dibangun hingga kini bangunan masjid ini belum pernah direnovasi. Bahkan saat gempa berkekuatan 9,3 SR yang mengguncang Aceh pada 20 Desember 2004 silam, bangunan masjid termasuk menara tidak retak.
"Masjid ini masih seperti dulu, hanya lantai yang sudah pernah diganti," ungkapnya.
Pada tahun 2004 masjid ini ditetapkan sebagai benda cagar budaya, situs atau kawasan yang harus dilindungi berdasarkan keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata nomor KM.51/OT.007/MKP/2004. Dalam surat keputusan tersebut dituliskan, penetapan ini dilakukan oleh I Gede Ardika.
"Sekarang masjid ini sudah dilindungi setelah ditetapkan sebagai cagar budaya," jelas Teungku Sulaiman.
(try/try)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini