Dalam wacana revisi UU KPK tahun 2015, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut ada 5 poin krusial yang harus dicermati dan dapat menjadi peluang pelemahan KPK.
"Pertama pencabutan kewenangan penyadapan, karena penyadapan merupakan senjata paling ampuh untuk membongkar kasus korupsi besar terutama suap. Jika kewenangan ini dihapuskan, maka pengungkapan kasus suap seperti yang terjadi di Sumsel baru-baru ini tak mungkin terjadi," ujar anggota Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho kepada wartawan dalam jumpa pers di kantor ICW, Kalibata, Jaksel, Minggu (21/6/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang ketiga, yaitu perlu dibentuk dewan pengawas untuk mengawasi kinerja KPK. Pembentukan dewan pengawas ini tak relevan karena KPK sudah diawasi banyak pihak. KPK diawasi oleh pengawasan internal, yaitu Bagian Pengawasan internal dan Penasihat KPK dan komite etik KPK maupun pengawas eksternal yaitu DPR dan Badan Pemeriksa Keuangan," jelasnya.
Hal keempat, lanjut Emerson mengenai pengetatan rumusan kolektif kolegial. Menurutnya makna kolektif kolegial tak dapat diartikan secara keseluruhan komisioner KPK.
"Pemaknaan kolektif kolegial harus dimaknai dengan prinsip kebersamaan dan kesetaraan dalam berbagai proses. Dalam rencana revisi UU KPK, pengaturan lebih rinci tentang kolektif kolegial seperti pandangan pertama, hanya mempersulit kerja KPK dalam memberantas korupsi," kata dia.
Yang terakhir yakni KPK diberi kewenangan menghentikan perkara. Kepuasan publik terhadap kinerja KPK tak dapat dipungkiri juga dikarenakan KPK tak punya kewenangan penghentian penyidikan dan penuntutan.
"Hal ini memaksa KPK untuk berhati-hati dalam memeriksa perkara korupsi yang ditangani. Diberikan kewenangan menghentikan penyidikan dan penuntutan hanya akan menurunkan standar penanganan perkara korupsi yang dilakukan KPK," tutupnya. (rii/hri)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini