MK Tolak Kawin Beda Agama, Kemenangan Religi Atas HAM

MK Tolak Kawin Beda Agama, Kemenangan Religi Atas HAM

Andi Saputra - detikNews
Jumat, 19 Jun 2015 09:18 WIB
Jakarta - Pemohon meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mengesahkan kawin beda agama di Indonesia dengan dasar HAM. Namun MK menolaknya dengan menyatakan perkawinan adalah relasi yang sakral.

"Putusan MK ini pada dasarnya merupakan penegasan atas prinsip negara yang dianut oleh Indonesia yaitu selain menganut paham demokrasi dan nomokrasi, konstitusi Indonesia juga menganut paham teologi yang mengilhami praktik kehidupan bernegara yaitu sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 29 ayat 1 yang menyatakan Negara Berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa," kata ahli hukum tata negara Dr Bayu Dwi Anggono kepada detikcom, Jumat (19/6/2015).

Meskipun UUD 1945 khususnya Pasal 28B ayat 1 UUD 1945 menjamin hak dan kebebasan setiap orang untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, namun bukan berarti pelaksanaan hak tersebut dapat sebebas-bebasnya tanpa batasan. Mengingat pelaksanaan HAM di Indonesia tetap memiliki limitasi yaitu sesuai Pasal 28J ayat 2 UUD 1945 disebutkan pelaksanaan HAM dapat dibatasi dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain serta untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan pengaruh demikian praktek negara hukum Indonesia (nomokrasi) bisa disebut juga sebagai Teo Nomokrasi. Praktek Teo Nomokrasi menuntut spirit Ketuhanan tercermin dalam substansi hukum dan penegakan hukum yang diproduksi oleh lembaga negara, dalam hal ini UU Perkawinan sebagai salah satu contohnya," ujar Bayu.

Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan (perkawinan harus satu agama), meskipun merupakan salah satu bentuk perwujudan hak konstitusional seseorang yang harus dihormati dan dilindungi oleh negara, namun dalam hak konstitusional perkawinan tersebut terkandung kewajiban penghormatan atas hak konstitusional orang lain.

"Yaitu wajib mengakui dan menghormati segala aturan hukum yang telah ada di dalam agama yang ada di Indonesia yaitu menyangkut aturan agama tentang perkawinan," ujar pengajar Universitas Jember itu.

Sebagai perbandingan pelaksanaan hak asasi dapat dibatasi oleh hukum tidak hanya diatur dalam konstitusi Indonesia. Dalam European Convention on Human Rights (Konvensi negara-negara Eropa tentang Hak Asasi Manusia) pun mengatur hal demikian. Β Pasal 9 ayat (2) konvensi tersebut menyebutkan:

Freedom to manifest one,s religion or beliefs shall be subject only to such limitations as are prescibed by law and are necessary in a democratic society in the interest of public safety, for the protection of public order, health or moral, or for the protection of the rights and freesoms of others.

Namun demikian, UU Perkawinan yang telah dibentuk 41 tahun yang lalu dalam prakteknya menimbulkan permasalahan, salah satunya bagi pasangan yang berbeda agama. Maka pascaputusan MK ini negara ke depan perlu memberikan solusi bagi mereka yang karena suatu keterpaksaan harus melangsungkan perkawinan beda agama dan kepercayaan. Baik terhadap sahnya perkawinan tersebut maupun terhadap pencatatannya.

"Untuk itu sudah selayaknya apabila UU Perkawinan ini dikaji kembali dan dipertimbangkan untuk dilakukan perubahan agar menjadi UU yang dapat melindungi dan menjamin hak konstitusional warga negara," pungkas Bayu.

Pemohon adalah Damian Agata Yuvens, Rangga Sujud Widigda, Varida Megawati Simarmata, Anbar Jayadi serta Luthfi Sahputra. Mereka meminta kawin beda agama disahkan dengan berdasarkan:

1. Pasal 28E ayat 1 tentang HAM
2. Pasal 28E ayat 2 tentang HAM
3. Pasal 28 I ayat 1 tentang HAM
4. Pasal 29 ayat 2 tentang Agama
5. Pasal 28B ayat 1 tentang HAM
6. Pasal 28D ayat 1 tentang HAM
7. Pasal 27 ayat 1 tentang Kedudukan warga negara di muka hukum
8. Pasal 28D ayat 1 tentang HAM
9. Pasal 28I ayat 2 tentang HAM (asp/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads