Bicara soal mengejar cita-cita, tentu semua orang yang terlahir di dunia berhak untuk memilikinya. Tak terkecuali penyandang disabilitas tuna daksa sekaligus tuna wicara seperti Bang Dedi.
Rabu (17/6/2015) pagi ini mentari sedang akrab-akrabnya menyapa kawasan Ciledug, Tangerang, sehingga suasana menjadi hangat dan menyilaukan. Bang Dedi tampak memboncengkan istrinya dengan motor roda tiga kesayangannya. Bang Dedi sedang bersiap bertugas di 'pos polisi' tempat dia setiap hari berjaga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hauuu..hauuu..oop..hauuu," teriak Bang Dedi yang juga tunaΒ memberi isyarat tangan mengatur lalu lintas Jl. Raya Ciledug, Tangerang, tersebut.
Mengenakan atribut Polantas lengkap dengan topi, rompi kuning khas polisi, setelan seragam dililit sabuk yang bertengger di sisi kanannya sebuah pistol, serta tidak ketinggalan sebuah peluit yang sesekali ditiupnya Bang Dedi 'ngepos' dari pagi hingga siang. Aktivitas itu sudah dia lakoni sejak awal tahun '90an.
Kisah inspiratif tentang perjuangan Bang Dedi ini pernah jadi perbincangan hangat pada tahun 2013 silam. Kala itu detikcom memberitakan bagaimana perjuangan Bang Dedi menertibkan sebuah angkot berwarna putih jurusan Ciledug - Kebayoran Lama yang ngetem di mulut gang dan membuat kendaraan dari dalam gang tidak bisa keluar. Tanpa segan-seganΒ Bang Dedi mengayunkan pentunganya ke badan angkot lalu menegur si sopir untuk lekas jalan.
Alih-alih langsung beranjak, si sopir malah meledek Bang Dedi sebelum tancap gas. Bang Dedi bergegas merangkak ke sebuah motor roda tiga bertuliskan 'Polisi' dan mengejar angkot tersebut.
"Dikejar itu angkotnya, biasanya mau dimarahin karna bikin macet. Dulu juga pernah ada metro mini serempetan juga dia kejar. Nggak takut dia soalnya pakai seragam polisi, jadi merasa punya kewajiban untuk nertibin," terang seorang pedagang kelontong bernama Hairil di dekat 'pos' Bang Dedi kala itu.
Hairil yang berjualan sejak tahun 1978 itu kemudian bercerita bahwa Bang Dedi mendapatkan seragam dari seorang Provos di kepolisian pada tahun 1992. Provos bernama Sugeng itu juga mengajari Bang Dedi cara untuk mengatur lalu lintas.
Berselang 2 sampai 3 tahun kemudian, ada seorang dokter yang memberikan kursi roda serta motor bermerek Sanex untuk Bang Dedi. Namun motor itu tak bertahan lama dan akhirnya rusak.
"Kalau motor dia yang ini kayaknya dia beli sendiri pakai tabungannya," ujar Hairil yang berusaha mengingat-ngingat secara detil sambil menunjuk motor putih Bang Dedi.
Waktu itu jam menunjuk ke angka 11.00 WIB dan pancaran mentari semakin terasa terik. Bang Dedi yang tuna wicara itu kemudian mengeluarkan ponsel dan langsung bergegas meninggalkan pos.
Rupanya itu adalah jam makan siang dan dia pulang ke tempat tinggalnya. Sepulangnya dari bekerja, dia langsung disambut oleh istri tercinta. Sang Istri, Sukinih (43) pun menanyakan apa saja yang terjadi di 'tempat kerja' Bang Dedi.
"Haa..ii..heha..a..ot (tadi ngejar angkot)," ujar Bang Dedi kepada istrinya, Kamis (25/7/2013).
"Kenapa ngejar angkot? hayo? berantem ya? jangan berantem lah," tanya sang istri.
"ndaaak..ndaaak..a..ot..a..e..tem (tidak, tidak. Angkotnya ngetem)," terang Bang Dedi
"Ya ditegur saja, ndak usah sampai dikejar," jawab Sukinih.
Memang bahasa yang digunakan Bang Dedi sulit dimengerti, namun Sukinih terlihat begitu lancar bercakap-cakap walaupun Bang Dedi tidak menggunakan isyarat tangan. Sungguh pasangan yang saling pengertian.
"Kami tinggal di sini bertiga sama ibunya Bang Dedi. Ibu sampun sepuh (sudah tua) jadi harus ada yang rawat," tutur Sukinih kepada detikcom.
Sukinih kemudian bercerita bahwa dengan segala keterbatasan, Bang Dedi tetap berusaha bertanggung jawab kepada keluarga. Rupiah demi rupiah dikumpulkan dari hasil mengatur lalu lintas hingga akhirnya terbeli motor bekas yang dimodifikasi, hingga menyisihkan sebagian untuk mengirim uang ke mertuanya. Sementara istrinya saat itu berjualan gorengan di dekat rumah setiap sore hari.
"Kalau lagi rame ya bisa satu hari dapat 50.000, Abang juga kalau pas rame bisa bawa pulang 50.000. Dalam sebulan untuk sewa rumah harganya 400.000, ditambah listrik ya jadi 500.000 lah," papar dia.
Beberapa hari kemudian pada Minggu sore, adalah hari Bang Dedi kala ia beristirahat di rumah seseorang datang mengantar hadiah dari Polda Metro Jaya ke rumahnya. Sebuah rompi Polisi cerah yang lengkap dengan pemantul cahaya sekejab membuat Bang Dedi sumringah, Minggu (28/7/2013).
"Waaaa..waaa..," ungkap bahagia Bang Dedi yang kegirangan mendapat rompi baru dari profesi yang diidamkannya, polisi.
Bergegas ia mengenakan seragam, merelakan waktu istirahatnya tersita hanya sekedar menjajal rompi polisi yang baru ia dapatkan. Seisi rumah pun dibuatnya heboh dengan teriak kegirangan Bang Dedi.
"Heeeng nget..heee..heee (seneng banget)," teriaknya sambil bercermin.
Ibunya yang bernama Usnah (70) yang sedang membuat kolak untuk berbuka puasa sejenak mematikan kompor dan ikut berselebrasi dengan Bang Dedi. Begitu pula dengan istrinya tercinta yang telah setia menemani selama 5 tahun hidup dalam keterbatasan.
"Si Dedi memang dari kecil pengen jadi polisi, tapi fisiknya kan nggak mungkin masuk kepolisian, makanya dia cuma atur lalu lintasa saja. Tidak disangka ada polisi yang kasih dia seragam dan ajarin dia biar berani ke jalan raya," kata Usnah mengisahkan anaknya.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini