Fungsi lain itu adalah olahraga. Sejumlah taman kota di Surabaya dilengkapi dengan sarana lapangan futsal. Setidaknya sudah ada enam lapangan futsal yang dibangun di taman-taman tersebut.
"Udah dibangun di Taman Kunang-kunang, Ronggolawe, Apsari, Mayangkara, Teratai, dan Jangkar. Yang sedang proses dibangun adalah taman di Jalan Tegalsari," kata Kabid Olahraga Prestasi Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Surabaya Edi Santoso kepada detikcom, Selasa (16/6/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lapangan yang dibangun sekarang ini, kata Edi, jauh lebih baik dan bagus dibandingkan lapangan yang sebelumnya. Lapangan futsal yang dibangun sekarang adalah lapangan yang berumput sintetis. Lapangan itu tidak terbuka, tetapi tertutup sekelilingnya sehingga bola tidak bisa keluar dengan mudah.
"Tetapi luas antara lapangan yang satu dengan yang lain tidak sama, tergantung luasnya areal yang disediakan," lanjut Edi.
Edi mengaku, investasi untuk membuat satu lapangan futsal sintetis itu tidak murah. Mahalnya biaya bisa jadi disebabkan oleh pengurukan tanah untuk pengerasan bagian bawah lapangan.
"Yang paling murah Rp 200 juta. Ada yang sampai 1 miliar karena harus menguruk hingga dalam, tetapi nggak jadi karena nggak ada yang mau membangun," ujar Edi.
Tidak hanya membangun, pihak Dispora Surabaya juga bertugas mengawasi, memelihara, dan merawat lapangan-lapangan tersebut. Edi mengatakan, untuk tugas tersebut, ada satuan kerja (satker) yang tugasnya khusus memantau kondisi lapangan-lapangan futsal tersebut.
"Mereka akan berkeliling melihat kondisi lapangan. Fungsi pengawasan juga datang dari warga. Mereka akan menelepon jika ada kerusakan, dan akan kami perbaiki segera," jelas Edi.
Lapangan futsal yang ada di Taman Apsari adalah salah satu lapangan yang tidak pernah sepi. Pagi, sore, dan malam lapangan itu terus digunakan. Yang menggunakan lapangan adalah anak-anak dan orang dewasa dari pemukiman sekitar seperti Rukem dan Kaliasin.
"Kami ke sini setiap sore. Kalau pagi kan sekolah. Ke sini pagi kalau libur saja," ujar Doni, warga Kaliasin.
Doni sore itu datang bersama belasan temannya. Saat datang ke situ, sudah ada yang menggunakan lapangan. Tetapi mereka mengerti dan tidak mengusir yang sudah menggunakan lapangan duluan.
Sistem yang tak tertulis yang mereka gunakan untuk bergantian menggunakan lapangan adalah gol. Setiap ada satu tim yang kebobolan, maka tim itu harus rela keluar lapangan dan diganti dengan tim lain.
"Kami mainnya sampai sore saja. Kalau malam digunakan orang dewasa. Kami gak mampu kalau harus bayar untuk penerangannya," kata siswa kelas 2 SMK itu.
Memang di sisi lapangan terdapat dua buah lampu penerang. Doni mengatakan bahwa lampu itu tidak gratis. Yang bermain futsal di malam hari harus urunan untuk membayar penggunaan lampu itu. Namun Doni tak tak tahu uang pembayaran lampu itu disetor ke mana.
Doni dan teman-temannya lebh suka bermain futsal di lapangan sitetis tersebut karena nyaman dan enak digunakan. Sebelumnya mereka biasanya bermain bola di sebuah lapangan di taman yang ada di Jalan Kombespol M Duriyat.
"Di sini enak karena lapangannya bagus. Rumput sintetisnya juga bagus," tandas Doni. (iwd/try)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini