Malam itu, Sabtu (13/6/2015), KBRI Washington DC bekerja sama dengan Arthur M. Sackler Gallery memberikan pelajaran tari Merak untuk pengunjung galeri dalam sebuah pameran bertema Asia After Dark: Peacockalypse.
“Ini adalah bagian dari penggunaan soft power melalui diplomasi budaya yang dilaksanakan oleh KBRI Washington DC. Selain mempromosikan budaya Indonesia, kita juga ingin memperkuat people-to-people contact antara Indonesia dengan Amerika Serikat, terutama dalam hal ini adalah orang-orang mudanya,” kata Dewi Justicia Meidiwaty dari Fungsi Penerangan, Sosial dan Budaya (Pensosbud) KBRI Washington DC.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Tarian ini tidak sulit. Mari ikuti gerakan saya,” kata Muryanto kepada para pengunjung.Pengunjung pun mengikuti gerakan-gerakannya dengan antusias, lengkap dengan iringan suara gamelan dan selarik selendang di tangan. Tak cukup satu kali, mereka meminta Muryanto mengulang lagi gerakannya dari awal. Di penghujung kelas mereka diinfokan bahwa pelatihan tari tradisional Indonesia diberikan secara gratis di KBRI setiap hari Minggu, dan mereka dipersilahkan untuk datang.
Malam itu, kelas tari dilangsungkan dalam beberapa putaran selama empat jam. Minat pengunjung terlihat dari banyaknya peserta yang jumlahnya semakin meningkat dari putaran pertama ke putaran berikutnya. Ayako, salah satu pengunjung, mengaku bahwa belajar Tari Merak tidak sulit tapi juga tidak terlalu mudah.
“Kalau hanya sekedar mengikuti gerakannya mudah. Tapi untuk bisa melakukannya dengan tepat perlu banyak latihan,” ujarnya.
Tari Merak adalah tarian dari Jawa Barat yang terinspirasi dari burung merak. Diciptakan oleh Raden Tjetjep Somantri pada tahun 1950an dan dimodifikasi oleh irawati Durban pada tahun 1965, tari ini melambangkan gerakan elegan burung merak. Setiap gerakannya merefleksikan kegembiraan dan penghormatan, dan karenanya kerap ditampilkan untuk menyambut kedatangan tamu penting di acara pernikahan.
Menurut Meidy, selain promosi budaya, acara semacam ini juga menjadi ajang pemberdayaan bagi komunitas kesenian Indonesia di Washington DC yang jumlahnya lebih dari 20 komunitas.
“Kita ingin memberdayakan kelompok-kelompok ini untuk membantu diplomasi Indonesia di Amerika Serikat,” katanya.
Dia menambahkan, Sackler Gallery yang merupakan bagian dari Smithsonian’s Institutions merupakan lembaga seni dan pengetahuan yang amat disegani di Amerika. Karenanya, kerja sama jangka panjang KBRI dengan mereka penting artinya dalam rangka memajukan diplomasi budaya.
“Ke depan kita ingin membangun kerja sama yang lebih erat dengan Smithsonian,” ucapnya. (ega/ega)











































