Salah satu fraksi yang menolak adalah PDIP. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan bahwa DPP juga senada dengan fraksi.
"Ya itu kan memang dampak dari sistem yang liberal. Jadi para anggota DPR itu kan dipilih berdasarkan nama, nah mereka itu terlanjur janji-janji di dapil supaya dipilih. Mereka janji mau bikin ini itu, makanya butuh dana. Padahal fungsi seperti itu harusnya dijalankam oleh eksekutif," tutur Hasto saat berbincang di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Minggu malam (14/6/2015).
Hasto kemudian menyatakan bahwa seharusnya Pemilu legislatif dilakukan dengan mekanisme proporsional tertutup. Sehingga wacana seperti ini tidak akan muncul.
"Coba kalau mereka, anggota DPR, itu saat reses benar-benar ke dapil dan menyerap aspirasi. Kemudian diusulkan ke eksekutif. Kalau mereka benar-benar ke dapil kan pasti dikenal masyarakat dan tak perlu dana untuk pembangunan. Tapi banyak yang mau jalan pintas saja dengan langsung membangun," kata Hasto.
Sementara itu Ketum Golkar versi Munas Bali Aburizal Bakrie (Ical) berpendapat lain. Dia tak lantas menyebut setuju atau tidak setuju karena itu ranah legislatif.
"Soal DPR tanyakan ke DPR. Tidak ada arahan dari DPP," kata Ical saat diwawancarai terpisah di lokasi yang sama tadi malam.
Kini wacana itu masih bergulir dan belum ada kepastian apakah dibatalkan atau disahkan. Namun pimpinan DPR menjadi irit bicara ketika dimintai tanggapan soal dana aspirasi bernilai fantastis itu.
(bpn/van)











































