"Bukan dana aspirasi tapi usulan program aspirasi dapil. Terus terang saja ini berawal dari proses yang sangat panjang sejak DPR periode 2009-2014 lalu," kata Taufik kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (9/6/2015).
Program tersebut dijelaskan Taufik meneruskan apa yang sudah diatur di UU MD3. Terkait dengan kewajiban DPR menyerap aspirasi dan merealisasikan dalam bentuk usulan program pembangunan yang disampaikan ke pemerintah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Taufik mengutip UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang mewajibkan anggota DPR terpilih menjadi penyambung lidah rakyat yang diwakilinya. Program dan aspirasi ini, menurut Taufik, sebenarnya menjalankan tugas DPR menyerap aspirasi, mengusulkan program pro rakyat sesuai aspirasi masyarakat, dan mengawasi kinerja pemerintah.
"Apa yang sudah dibahas beberapa hari ini bukan dalam bentuk dana aspirasi tapi usulan program daerah pembangunan tertinggal yang secara konstitusional itu diserahkan kepada dapil. Sifatnya anggota DPR terpilih ini adalah melakukan supervisi terhadap program di daerah agar tepat sasaran," katanya.
"Artinya fungsi DPR di sini melengkapi fungsi pengawasan dan anggaran dari pemerintah jadi ini ini two in one," umbuh Taufik.
Waketum PAN ini kemudian mencontohkan sejumlah program aspirasi yang perlu segera direalisasikan. "Contoh beberapa waktu lalu ada jemabtan gantung rusak sehingga anak sekolah bergelantungan. Nantinya anggota DPR di Lebak Banten boleh mengusulkan jembatan gantung tapi yang mengerjakan pemerintah, bukan DPR. Jadi bukan DPR membawa kontraktor. Semua proses mulai tender itu adalah usulan pemerintah," ujar Taufik mencontohkan.
Mengenai besaran dana Rp 20 miliar yang sebelumnya disebutkan untuk masing-masing anggota DPR, menurut Taufik tidaklah mengikat. Besaran dana itu nantinya disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan sesuai aspirasi masyarakat di daerah pemilihan.
"Jumlahnya tidak harus Rp 20 miliar, itu kan sangat tergantung dengan dapil yang diwakilinya. Kalau dapil butuh irigasi besar dan harus membangun waduk ya sah-sah saja mengusulkan Rp 100 miliar, wong hanya usul. Kalau butuh membuat jembatan yang benar-benar urat nadi setempat Rp 200 miliar misalnya ya boleh-boleh saja. Jadi Rp 20 miliar itu hanya ancer-ancer saja, hanya aspek pemerataan dan keadilan," tegasnya.
(imk/van)











































