Di Makam Sewu yang berada di Desa Wijirejo, Pandak, Bantul, DI Yogyakarta, tradisi nyadran diawali dengan kirab jodhang hingga berebut gunungan apem. Kirab jodhang yang membawa 5 jodhang dan gunungan apem diawali dari Balai Desa Wijirejo menuju makam yang berjarak sekitar 3 km, Senin (8/6/2015).
Kirab ini menyedot perhatian ribuan warga. Sampai di Makam Sewu, jodhang dan gunungan apem diletakkan di pendopo makam untuk didoakan lebih dulu. Setelah selesai didoakan, gunungan apem kemudian diperebutkan warga. Setelah itu, kemudian nyekar di makam Panembahan Bodho.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nyadran di makam Sewu selalu didatangi ribuan warga, baik dari DIY maupun dari luar DIY. Banyak masyarakat yang berziarah di makam Sewu ini," kata Maryadi di makam Sewu Pandak Bantul.
Makam Sewu merupakan tempat makam ulama besar yang diyakini sebagai Waliyulloh (kekasih Alloh) yakni Panembahan Bodho yang bernama asli Raden Trenggono yakni Adipati Terung III (abad 15 M).
Panembahan Bodho merupakan murid dari Sunan Kalijaga. Ia lebih memilih mengutamakan menyiarkan agama Islam dan menolak jabatan Adipati, maka ia sering disebut Bodho (Bodoh). Ia bergelar Panembahan karena merupakan tokoh yang disegani dan dianggap sesepuh pendahulu dari Raja Panembahan Senopati Sultan Mataram dan kemudian diberi tanah perdikan bekas kekuasaan Mangir yang mempunyai wilayah timur Sungai Progo ke utara sampai Gunung Merapi. (rul/try)