4 Penampakan Tanah Abang Abad 19 dan Abad 21 dari Bule Belanda

4 Penampakan Tanah Abang Abad 19 dan Abad 21 dari Bule Belanda

Nograhany Widhi K - detikNews
Senin, 01 Jun 2015 12:13 WIB
4 Penampakan Tanah Abang Abad 19 dan Abad 21 dari Bule Belanda
Sven lahir di Belanda, tetapi pindah ke Sydney, Australia, bersama keluarganya delapan tahun lalu. (Foto: Sven Verbeek)
Jakarta -

Sven Verbeek, seorang pria kelahiran Belanda penasaran akan Tanah Abang, Jakarta. Maklum, di Tanah Abanglah neneknya menghabiskan masa remaja hingga menikahi kakeknya pada 1927 silam. Kini Sven menapaktilasi jejak kakek-neneknya dalam kondisi Tanah Abang sekarang. Seperti apa?

Seven menapaktilasi perjalanan kakek neneknya tidak tanggung-tanggung, dia melakukan riset lebih dari 25 tahun tentang Tanah Abang wilayah permukiman pendatang pada jaman Hindia Belanda. Kini Tanah Abang terkenal sebagai pusat perdagangan yang riuh dan macet.

Ketertarikannya pada Tanah Abang berawal dari cerita-cerita neneknya, Welly van Garderen, yang menghabiskan masa mudanya di sana.
"Bagi saya, itu seperti hidup di planet lain. Hangatnya udara, pepohonan, burung-burung, buah-buah tropis, orang Indonesia yang ramah, dan rumah yang lapang," kisah Sven dalam laman Facebook yang didedikasikan untuk Tanah Abang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah nenek Sven meninggal, dia mulai mencari arsip-arsip foto, cerita, dan peta di Belanda. "Sejak saya belajar mengenal Scott Merrillees, penulis Batavia In 19th Century Photographs, pada 2000, saya berbagi ketertarikan saya dengan dia dan berbagi foto-foto historis. Kami telah menjadi teman baik dan memiliki kecintaan besar pada sejarah Jakarta."

Dilansir dari BBC Indonesia edisi 29 Mei 2015 lalu, begini penampakan Tanah Abang dulu dan sekarang:

1. Rumah Bukit Tanah Abang 1927 dan 2015

Sven (bawah) duduk di tempat yang sama persis pada Mei 2015 ini dengan kakeknya yang duduk tahun 1927 dulu (Foto: Sven Verbeek/ Facebook Tanah Abang)
Kepada BBC Indonesia, Sven yang kini tinggal di Australia mengatakan bahwa empat generasi leluhurnya pernah tinggal di sana dari 1863 hingga 1948, ketika mereka memiliki empat rumah yang dikenal dengan Tanah Abang Heuvel (atau Bukit Tanah Abang).

"Dia (nenek) bisa bicara berjam-jam tentang masa kecilnya. Berjalan tanpa alas kaki ke rumah sebelah yang ditinggali kakek dan neneknya. Mengendap-endap keluar jendela malam hari dengan kakak laki-lakinya ke Pasar Tanah Abang untuk membeli sirup susu dan kolang kaling."

Di atas adalah penampakan Bukit Tanah Abang, dan Sven menelusurnya pada Mei 2015 ini dan duduk persis di lokasi kakeknya saat itu. Bukit Tanah Abang kini sudah menjadi ruko dan tempat parkir.

2. Lokasi Kakek-Nenek Menikah pada 1927 dan 2015

Foto di mana kakek-nenek Sven menikah pada 1927 (atas) dan Sven berdiri persis pada Mei 2015 (Foto: Sven Verbeek/Facebook Tanah Abang)
Pada 1995, Sven barulah berkunjung ke Tanah Abang. Dan, pada Mei 2015 lalu - tepat 88 tahun kakek dan neneknya menikah di Bukit Tanah Abang - Sven bersama Scott dan Sahabat Museum menyelenggarakan tur sejarah di sana.

"Saya berniat berfoto kembali di titik yang sama ketika kakek saya berdiri dan duduk. Meskipun ini adalah momen istimewa, sangat sulit bernostalgia tentang kehidupan pada 1927 karena perubahan yang sangat dramatis. Dan karena kemacetan dan kebisingan pasar, sulit untuk berefleksi dan berkontemplasi. Seperti Anda lihat di foto, tidak ada yang terlihat sama."

"Jujur saja, area ini tidak semakin menarik dan sangat sibuk, berantakan dan berisik hari ini. Dan banyak bangunan bersejarah telah dihancurkan. Seseorang bisa menjadi sedih dengan cepat karena banyaknya perubahan ini."

3. Rumah Bukit Tanah Abang 1863 dan 2015

Foto Bukit Tanah Abang tahun 1863 (atas) dan kondisinya pada Mei 2015 ini (Foto: Sven Verbeek/Facebook Tanah Abang)
Sven mencatat bahwa pada 1995 lalu masih ada 25 hingga 30 bangunan Belanda sebelum Perang Dunia II yang masih berdiri di Jalan Abdul Muis dan Jalan Tanah Abang Timur. Kini yang tersisa kurang dari lima.

Namun di sisi lain, dia mengaku harus realistis. Populasi Jakarta telah menggendut dari 300.000 orang pada tahun 1920-1930 menjadi 12 juta sekarang. Tanah Abang memang harus "berubah".

"Bagi kakek saya, ini akan menjadi kejutan yang dramatis."

"Saya sendiri tidak bisa mengatakan bahwa saya suka dengan Tanah Abang sekarang. Tetapi saya masih merasa sangat tertarik untuk berjalan-jalan di sana karena saya tahu sejarahnya dan betapa indah pemandangannya di masa lalu, dan karena saya memiliki sejarah keluarga dan jejak-jejak leluhur di sana. "

4. Jalan Fachruddin 1899 dan 2015

Kondisi Jalan Fachrudin tahun 1899 (atas) dan Mei 2015 (bawah) (Foto: Sven Verbeek/Facebook Tanah Abang)
Foto di atas adalah penampakan Jalan Fachrudin tahun 1899 dan tahun 2015 kini. Sven kini memiliki laman Facebook berjudul Tanah Abang, tempat untuk berbagi risetnya sehingga warga Jakarta bisa melihat bagaimana wilayah ini di masa lalu.

"Saya memiliki banyak foto pribadi dan sangat sayang jika saya simpan untuk saya sendiri. Saya suka membaginya dengan warga Jakarta. Dan cukup fantastis mendapat komentar positif. Kini laman itu sudah memiliki 400 likes, tapi tentu saja saya ingin lebih banyak."
Halaman 2 dari 5
(Nograhany Widhi Koesmawardhani/Nurul Hidayati)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.

Hide Ads