Megawati: Saya Kesal, Apa Kita Nggak Ada Orang Pintar?

Megawati: Saya Kesal, Apa Kita Nggak Ada Orang Pintar?

Prins David Saut - detikNews
Kamis, 28 Mei 2015 15:32 WIB
Jakarta - Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri mengungkapkan rasa kesalnya ketika menyampaikan kuliah umum di Lemhannas. Ia mengaku kesal dengan pejabat yang senang atas perpanjangan kontrak perusahaan asing yang meraup kekayaan Indonesia.

Kekesalannya itu dimulai dengan cerita ayahnya, Soekarno, ketika ditemui miliarder Aristotle Onassis untuk menyewa Papua Barat pada 1964 untuk investasi pertambangan. Istilah menyewa itu dianggap oleh Mega sebagai bentuk pengerukan kekayaan Nusantara untuk asing.

"Ayah saya pernah bertemu dengan Onasiss, hanya untuk menyewa yang namanya Papua Barat. Bayangkan, kalau saya langsung berpikir menyewa Papua Barat. Artinya, ya akan mengambil kekayaan kita," kata Mega dalam kuliah umum di Lemhannas, Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (28/5/2015).

"Karena di sana sumber-sumber yang belum bisa dilihat tapi sudah diketahui. Bayangkan kalau Onassis mau menyewa," tambahnya.

Mega lalu membandingkan Onasiss yang tawarannya ditolak Bung Karno dengan kondisi saat ini. Ketika pejabat dianggap Mega merasa senang saat berhasil memperpanjang kontrak perusahaan asing untuk menggali kekayaan Indonesia bukan untuk bangsa Indonesia.

"Artinya, sama saja investor minta perpanjangan dan para pejabat Indonesia senang. Saya bingung, ndak tahu ya, saya kok kesal ya," ujar Mega.

Hal itu membuatnya bertandatanya, apakah tidak ada anak bangsa yang mampu mengolah kekayaan Tanah Air β€Žuntuk bangsa sendiri? "Memang tidak ada apa, kita punya banyak orang pintar untuk mampu menggali apa yang kita gali untuk kebutuhan rakyat banyak," kata Mega.

β€ŽKemudian Mega membandingkan hal tersebut dengan Timur Tengah saat proses demokratisasi berjalan di sejumlah negara di Arab tersebut. Namun ia menyinggung Arab Saudi yang dianggap diktator dan otoriter akan tetapi mampu menguasai kekayaan negerinya untuk bangsanya sendiri dan kini rakyatnya menjadi makmur.

"Kalau ada kata-kata bagus, Arab Springs, sepertinya semuanya di pemerintahan di arab itu otoriter dan diktator. Untuk bisa terjadi demokratisasi di sana itu dibuat apa yang terjadi di Irak dan Libya," ucap Mega.

"Sebenarnya di balik proses itu kehendak untuk menguasai sumber daya minyak. Oleh sebab itu, kenapa harga minyak sekarang karena Arab Saudi melihat seperti itu tak mau menurut Amerika. Dia terus saja memproduksi minyaknya. Jadi perlu dibuat telaah sangat tajam mengenai masalah Timur Tengah ini," tambahnya kepada ratusan peserta kuliah umum. (Prins David Saut/Mega Putra Ratya)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads