Benjamin Mangkoedilaga, Mantan Hakim Agung yang Peduli Dunia Pers

Benjamin Mangkoedilaga, Mantan Hakim Agung yang Peduli Dunia Pers

Elza Astari Retaduari - detikNews
Kamis, 21 Mei 2015 20:11 WIB
Benjamin Mangkoedilaga, Mantan Hakim Agung yang Peduli Dunia Pers
Jakarta - Mantan Hakim Agung Benjamin Mangkoedilaga tutup usia di umur 78 tahun. Ia menjabat sebagai hakim agung selama 2 tahun dalam usia 63 tahun pada 2000-2002.

Dirangkum dari berbagai sumber, nama Benjamin mulai muncul ke permukaan saat menjadi Hakim PTUN Jakarta. Ia memenangkan gugatan majalah Tempo terhadap Menteri Penerangan Harmoko. Saat pemerintahan Orde Baru, Tempo sempat dibredel.

Pria kelahiran Garut 30 September 1937 tersebut aktif di berbagai lembaga penting di Indonesia. Seperti di Komnas HAM, Badan Arbitrase Nasional, Dewan Pers, dan Partnership to Support Governance Reform di Indonesia.

Meski Benjamin merupakan seorang muslim, ia memilih menempuh pendidikan di sekolah Yayasan Katolik karena alasan bermutu dan memiliki disiplin tinggi. Ia menghabiskan bangku pendidikan di dari SD, SMP, hingga SMA di Yayasan Kanisius. Benjamin pun lalu melanjutkan pendidikan tingginya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Cita-cita Benjamin untuk bisa masuk tentara harus kandas karena ia gagal masuk Akademi Militer Nasional (AMN) akibat matanya yang tak bisa melihat jauh. Namun keinginannya tersebut bisa ia wujudkan ketika bergabung aktif dalam Resimen Mahasiswa di kampusnya.

Anak dari seorang Jaksa H Mangkoedilaga tersebut memulai kariernya di PN dan PTUN mulai tahun 1967. Ia memenangkan gugatan majalah Tempo saat menjabat sebagai Ketua PTUN Jakarta pada tahun 1998-1999. Keputusannya dianggap berani kala itu di mana campur tangan pemerintah masih sangat kuat terhadap penegak hukum.

Integritas dan kredibilitas Benjamin semakin mencuat kala ia juga memenangkan 5 gugatan perusahaan future trading terhadap Menteri Perdaganga yang mencabut SIUP mereka. Suami dari Roosliana ini juga berani menjatuhkan hukuman mati terhadap seorang terdakwa, Lince, yang membunuh suaminya sendiri pada tahun 1986 di PN Bandung.

Benjamin pernah mendapat penghargaan bidang jurnalistik yaitu Suardi Tasrif SH Award. Ia juga gemar berolahraga dan pernah menjadi anggota Tim Pekan Olahraga Nasional Jakarta dan memiliki prestasi juara lari 400 meter, 800 meter, dan 400 meter gawang.

Pada tahun 2008, Benjamin bersama 5 hakim lainnya sempat menyampaikan keberatan atas perpanjangan usia pensiun Hakim Agung hingga 70 tahun yang disetujui DPR. Ia menengarai adanya permainan di balik penentuan perpanjangan usia pensiun hakim agung menjadi 70 tahun.

"Jika memang mereka mau pensiun tahun 2008 seharusnya sudah mengajukan permohonan berhenti," ucap Benjamin dalam acara Koalisi Nasional untuk Peradilan Bersih (KNPB) bersama dengan Aliansi Penyelamat Mahkamah Agung di Hotel Millenium, Jakpus, Rabu (24/9/2008).

Benjamin pun sempat mengkritik penggunaan istilah justice collaborator yang akhir-akhir ini sering digunakan oleh institusi penegak hukum. Karena istilah tersebut tidak dikenal di sistem perundang-undangan Indonesia dan juga dianggap menghina hakim karena menggiring putusan hakim terhadap suatu perkara.

"Saya baru dengar juga istilah justice collaborator, hal ini dilontarkan seolah-olah menggiring hakim untuk merumuskan dan membuat amar putusan tertentu. Bagi saya ini penghinaan bagi hakim karena menggiring untuk membuat amar putusan tertentu," tutur Benjamin tahun 2012 lalu.

Benjamin meninggal sore tadi dan saat ini jenazahnya sudah tiba di rumah duka di Pintu Barat Ragunan, Kavling Polri No 36 B, Jakarta Selatan. Para pelayat pun sudah berdatangan. Rencananya jenazah akan dimakamkan esok hari.

(Elza Astari Retaduari/Indah Mutiara Kami)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads