Pengamat UGM: PBB Harus Tekan Myanmar soal Pengungsi Rohingya

Pengamat UGM: PBB Harus Tekan Myanmar soal Pengungsi Rohingya

Bagus Kurniawan - detikNews
Kamis, 21 Mei 2015 15:15 WIB
Pengamat UGM: PBB Harus Tekan Myanmar soal Pengungsi Rohingya
Pengungsi asal Myanmar di Langsa, Aceh. (Maman Natawijaya)
Yogyakarta - Warga Rohingya yang saat ini mengungsi ke berbagai negara termasuk Indonesia sudah masuk dalam kategori pengungsi atau refugees yang harus dilindungi hak haknya. Namun pemerintah sampai saat masih mengategorikan mereka sebagai imigran ilegal.

"Warga Rohingya bermigrasi karena tidak punya pilihan lain. Mereka menghadapi konflik yang berlapis. Tidak hanya horizontal seperti konflik antaretnis dan antaragama tapi juga konflik struktural, yakni dengan Pemerintah Myanmar," ungkap pakar migrasi Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Sukamdi, kepada wartawan di kantornya kompleks Bulaksumur Yogyakarta, Kamis (21/5/2015).

Dia menilai, jika Indonesia dan Malaysia memutuskan untuk tidak lagi mengusir kapal yang mengangkut para pengungsi tersebut sudah tepat. Terlebih, saat menawarkan tempat penampungan sementara di Pulau Galang di Provinsi Kepulauan Riau yang dulu juga pernah dipakai sebagai penampungan pengungsi Vietnam. Pulau Galang dulu pernah menampung 250 ribuan pengungsi asal Vietnam pada tahun 1976-1996 sebelum menerima suaka dari beberapa negara maupun kembali ke negaranya.

"Ini adalah langkah praktik terbaik Indonesia di dalam menangani pengungsi," katanya.

Sukamdi mengatakan perlakuan terhadap Rohingya haruslah sama seperti saat menerima pengungsi dari Vietnam. Penolakan sama sekali tidak menyelesaikan masalah.

"Kenyataannya arus migrasi akan terus terjadi. Jika ditolak, mau kemana lagi mereka," katanya.

Sukamdi menambahkan dalam International Conference on Population and Development di Kairo, Mesir tahun 1994 khususnya di Bab 10 tentang migrasi internasional menyebutkan, dalam kasus kedatangan pengungsi dalam jumlah besar serta tiba-tiba, pemerintah negara-negara penerima harus mempertimbangkan untuk memberi perlindungan sementara hingga solusi jangka panjang bagi para pengungsi ditemukan.

Pemerintah negara asal lanjut dia, harus mengambil langkah yang tepat, khususnya yang berkaitan dengan resolusi konflik, mengedepankan perdamaian dan rekonsiliasi, dan menghormati hak asasi manusia terutama kelompok minoritas seperti warga Rohingya. Namun, yang terjadi pemerintah justru mengambil sikap untuk membela kelompok mayoritas.

"Pemerintah Myanmar mengabaikan sehingga PBB harus turun tangan dan tegas dalam persoalan ini. Kami melihat PBB hanya mengimbau, tidak sampai bisa mempunyai kebijakan yang mampu menekan negara tersebut," pungkas dia.

(Chaidir Anwar Tanjung/Khairul Ikhwan)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads