Mengapa Hakim yang Sederhana dan Pintar itu Dipecat?

Mengapa Hakim yang Sederhana dan Pintar itu Dipecat?

Andi Saputra - detikNews
Kamis, 21 Mei 2015 08:44 WIB
Tri Hastono (dok.pn mataram)
Jakarta - Hakim Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Tri Hastono menjadi korban kebijakan sistem Mahkamah Agung (MA) yang memisahkannya jauh dari istri dan keluarganya bertahun-tahun lamanya. Alhasil, Tri tidak sepantasnya menanggung semua kesalahannya seorang diri karena perselingkuhan.

Namun alasan yang dilontarkan hakim agung Gayus Lumbuun itu ditolak Majelis Kehormatan Hakim (MKH) sehingga Tri dipecat. "Dia adalah korban sebuah sistem kebijakan, tidak sepantasnya pelapor disalahkan sepenuhnya," kata Gayus saat berbincang dengan detikcom, Kamis (21/5/2015).

Selepas menggondol gelar SH dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto pada akhir tahun 80-an, Tri langsung ditempatkan di Wonosobo, 4 jam perjalanan dari istri dan keluarganya. Keluarganya sendiri tinggal di Banyumas.

Setelah itu dia dipindah ke Pangkalan Bun, Kalimantan Selatan. Butuh waktu seharian dan ongkos mahal untuk Tri bertemu istri dan keluarganya. Setelah itu dia ditempatkan di Boyolali, 6 jam perjalanan darat dari Banyumas. Namun pada 2010, Tri ditempatkan di Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT), jarak yang sangat jauh dari Banyumas. Untuk bertemu keluarganya, Tri harus menggunakan perjalanan darat dari Rote ke Kupang dan dilanjutkan perjalanan udara menuju Yogyakarta. Dari Yogyakarta lalu dilanjutkan perjalanan darat 5 jam menuju Banyumas.

"Butuh biaya besar untuk sekali pulang sehingga bertemu keluarga Tri tiga bulan sekali atau lebih," papar anggota Majelis Kehormatan Hakim (MKH) itu.

Di tengah situasi yang sulit ini, Tri yang saat itu Ketua PN Rotendao itu akhirnya terjebak cinta dengan seorang perempuan penjaga warung makan, Wati dan terjadilah zina. 20 Tahun terpisah dengan dengan istrinya membuat imannya kebobolan. Namun Tri langsung bertobat dan meminta maaf kepada suami Wati dan akhirnya Wati bisa kembali rukun dengan suaminya.

Pada 2013, Tri dipindahkan ke PN Mataram dan tiba-tiba suami Wati melaporkan hal ini ke Komisi Yudisial (KY). Tri pun harus berurusan dengan MKH atas perbuatan itu. Kepada MKH, Tri mengakui semua kesalahannya, meminta maaf kepada seluruh pihak dan berjanji tidak akan mengulangi lagi.

"Dalam satu tahun sudah ada 10 orang dengan kasus serupa. Yang harus diperbaiki adalah sistem promosi dan mutasi oleh MA. Butuh kearifan oleh MA dalam penempatan hakim di daerah terpencil harus diikuti oleh keluarganya," ujar Gayus.

Rekam jejak Tri terbilang mulus. Sejak kuliah, ia dikenal pendiam, rajin dan sederhana. Ia ke kampus menggunakan sepeda onthel. Pembawannya ini terus ia pupuk hingga ke dunia pekerjaan.

"Dia hari Sabtu dan Minggu selalu masuk untuk menyelesaikan pekerjannya. Orangnya rajin beribadah," kata rekan Tri, hakim Bagus Irawan dalam kesaksian yang meringankan Tri di MKH.

Hal serupa juga diutarakan teman Tri lainnya, hakim Sutarno. Bersama Bagus, Sutarno jauh-jauh ikut datang dari Mataram ke Jakarta untuk meminta keringanan hukuman bagi Tri.

"Dia orangnya rajin bahkan sering bantu-bantu hakim dalam memutuskan putusan. Dia orangnya cerdas," ucap Sutarno tegas.

Namun apa daya, semua permintaan dan alasan yang meringankan menghadapi tembok bisu. MKH yang terdiri dari Eman Suparman, Taufiqurrohman Sahuri, Ibrahim, Jaja Ahmad Jayus, Gayus Lumbuun, Is Sudaryono dan Andi Abu Ayyub akhirnya mencopot jubah hakim Tri yang telah dipakai lebih dari 20 tahun. Rapat permusyawaratan hakim berjalan alot sehingga memunculkan dissenting opinion.

"Saya dan beberapa anggota lain sepakat dan setuju bahwa perbuatan Tri tidak bisa ditolerir. Tapi melihat fakta-fakta di atas, saya menguculkan hukuman sanksi berat yaitu skorsing 2 tahun dengan penurunan pangkat. Tapi kami kalah suara dan akhirnya keputusannya seperti itu," ucap Gayus.

Pemecatan ini juga cukup mengagetkan karena mengandung disparitas yang sangat tajam. Di kasus yang sama, hakim MH hanya diskorsing dalam kasus perselingkuhan dengan Ina Mutmainah. Padahal hasil perselingkuhan MH-Ina menghasilkan anak dan MH tidak mau mengakuinya. MH dan Ina telah pacaran ke Singapura, Jakarta dan Kuala Lumpur dan MH tidak dipisahkan jarak yang jauh dengan istrinya.

Tidak hanya itu, seorang hakim PN Demak berinisial T juga lolos dari pemecatan dan hanya diskorsing 2 tahun oleh MA. Padahal T digerebek warga tengah berdua-duaan di sebuah rumah dengan perempuan istri orang lain. T juga hanya dipisahkan 2 jam perjalanan darat dengan istrinya.

Masih soal disparitas, MA juga tidak memecat hakim Agung Wicaksono yang berselingkuh dengan hakim Vica Natalia. Padahal Vica dipecat tapi hakim Agung hanya diskorsing 2 tahun saja.

Disparitas-disparitas sanksi ini memaksa Ina membawa kasusnya ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia meminta MK mencabut kewenangan MA mengawasi secara internal aparatnya dan memohon hanya KY yang berhak mengawasi perilaku hakim. Sengketa ini masih bergulir di MK.

20 Tahun terpisah dari istri dan anak, pernahkan Tri mengutarakannya ke pimpinan MA?

"Saya takut, tidak berani," kata Tri dalam pengakuannya di MKH.



(Andi Saputra/Ray Jordan)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads