Kasus bermula saat Susanti Agustina membeli dua unit apartemen tersebut pada Mei 2009. Setelah melihat lokasi, ia tertarik membeli karena unitnya sudah siap huni. Ia lalu membeli unit nomor 233 seharga Rp 504 juta dan unit nomor 127 seharga Rp 560 juta, masing-masing atas nama Susanti Agustina dan satunya lagi atas nama Suriyati Fitriyani. Pembayaran itu dicicil beberapa tahap dan lunas pada November 2009.
Di sisi lain, Handoko ternyata menjaminkan tanah dan bangunan tersebut ke bank pada 2007. Belakangan, PT Dwi Mas Andalan Bali divonis pailit oleh Pengadilan Niaga Surabaya pada 11 Agustus 2011 dan berdampak kepada kepemilikam apartemen tersebut. Susanti tidak terima dan memidanakan Handoko.
Pada 26 Januari 2015, Pengadilan Negeri (PN) Denpasar menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara kepada Handoko. Vonis ini satu tahun lebih rendah dibanding dari tuntutan jaksa. Tidak terima, Handoko lalu mengajukan banding dan dikabulkan.
"Melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum," demikian putus majelis banding sebagaimana dilansir website Mahkamah Agung (MA), Selasa (19/5/2015).
Duduk sebagai ketua majelis I Ketut Gede dengan anggota Nyoman Dedy Triparsada dan Sudaryadi. Menurut ketiganya, hubungan antara Susanti Agustina dan Suriyati Fitriyani dengan Handoko adalah perikatan jual beli yang tertuang dalam Perjanjian Pengikatan dan Jual Beli (PPJB). Sehingga hubungan hukum kesepakatan antara keduanya telah memenuhi syarat sahnya subjek hukum dalam perikatan sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
"Sehingga UU tersebut menjadi UU bagi para pihak dan tidak bisa dibatalkan kecuali atas persetujuan para pihak," ucap majelis banding dengan suara bulat.
(asp/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini