Kasus bermula saat keduanya mengendap-endap ke kebun sawit pada 7 Maret 2015 dan mencuri 34 tandan sawit. Setelah itu mereka membawa tandan sawit itu ke sebuah pekarangan rumah dan menutupi daun-daunan. Tiga hari setelahnya, mereka mendatangi lokasi dan membawa tandan sawit itu dengan dicicil. Pada tahap dua, keduanya ditangkap satpam kebun sawit. Ismail dan Lian pun dibawa ke kantor polisi dan dihadirkan ke persidangan karena dinilai merugikan pemilik sawit sebesar Rp 500 ribu.
Nah, di depan pengadilan inilah terjadi selisih paham. Jaksa ngotot mendakwa keduanya dengan Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP dengan ancaman maksimal 9 tahun penjara. Tapi Pengadilan Negeri (PN) Stabat menyatakan sebaliknya. Sebab berdasarkan Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP, kasus ini masuk dalam pasal 364 KUHP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 362 dan pasal 363 butir 4, begitu pun perbuatan yang diterangkan dalam pasal 363 butir 5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari Rp 2.500.000 diancam karena pencurian ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan.
Atas pertimbangan tersebut, hakim tunggal Sunoto lalu menjatuhkan hukuman sesuai Pasal 364 KUHP jo Perma Nomor 2/2012.
"Menjatuhkan pidana kepada para Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara masing-masing selama 3 bulan," putus Sunoto sebagaimana dilansir website Mahkamah Agung (MA), Rabu (13/5/2015).
Atas putusan ini, jaksa bukannya tunduk pada Perma tetapi mengajukan banding. Jaksa bersikukuh jika keduanya telah melakukan Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP. Kasus ini juga dialami oleh teman keduanya Awang Setiawan yang dilakukan dalam waktu berdekatan. Ia mencuri sawit seharga Rp 41 ribu. PN Stabat menjatuhkan hukuman 3 bulan penjara. Serupa dengan kasus Ismail dan Lian, jaksa juga menyatakan banding terhadap putusan Awang.
Sebagaimana diketahui, Perma Nomor 2/2012 terbit didasari banyaknya kasus-kasus pencurian ringan yang masuk ke pengadilan. Seperti kasus nenek Minah, kasus sandal jepit hingga kasus segenggam merica. Ketua MA Harifin Tumpa lalu mengeluarkan langkah revolusioner dengan mengeluarkan Perma Nomor 2/2012 sehingga kasus serupa bisa disidang tanpa terdakwa harus ditahan. Sayang, jaksa belum mempunyai semangat yang sama dengan MA.
Para terdakwa hingga kini masih menghuni bui.
(asp/nrl)