Pertapaan Kembang Lampir merupakan tempat/petilasan Ki Ageng Pemanahan ketika mencari wahyu sebelum Kotagede berdiri. Kembang Lampir terletak sekitar 40 km arah tenggara Yogyakarta.
Kembang Lampir berada tidak jauh dari jalan raya Panggang-Baron tepatnya di Padukuhan Blimbing Desa Girisekar, Kecamatan Panggang Kabupaten Gunungkidul. Tempat ini oleh (alm) Sri Sultan Hamengku Buwono IX dianggap penting sehingga mulai tahun 1971-1975 dipugar.
Jalan menuju pertapaan dari jalan raya Panggang-Baron sekitar 1 km dan sudah beraspal. Pertapaan Kembang Lampir berada di perbukitan di Padukuhan Blimbing. Kondisinya terawat dengan baik, dilengkapi tempat juru kunci dan fasiltas lainnya seperti WC/toilet. Tempat itu hanya dibuka untuk pengunjung hanya pada hari Senin dan Kamis mulai pukul 08.00 - 16.00 WIB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dia, nama asli tempat itu adalah Kembang Semampir namun kemudian lama-lama berubah menjadi Kembang Lampir. Yang pertama kali memugar adalah (alm) Sri Sultan Hamengku Buwono IX kemudian dilanjutkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X. Tanah di sekitar Kembang Lampir adalah Sultan Ground dan keluarganya sudah lama dipercaya untuk merawat petilasan tersebut.
Β
Tanda bila tempat itu dibangun oleh (alm) Sri Sultan HB IX adalah tanda atau simbol lambang krato Haba dengan angka IX (sembilan) di tembok pintu gerbang. Sedangkan bekas pertapaan berada di atas bukit sehingga pengunjung harus naik anak tangga lebih dulu. Tempat itu untuk bertapa Ki Ageng Pemanahan adalah sebuah gua kecil yang ada di bukit tersebut.
Di bagian atas terdapat bangunan induk sebagai tempat penyimpanan pusaka Wuwung Gubug Mataram dan Songsong Ageng Tunggul Naga serta dua buah Bangsal atau pendapa kecil bernama Prabayeksa di kanan dan di kiri. Di tempat itu juga ada patung Panembahan Senapati, Ki Ageng Pemanahan dan Ki Juru Mertani sebagai pendiri dinasti Mataram Islam.
Menurutnya pengunjung kalau berkunjung harus menaati aturan seperti tidak boleh memakai sandal atau sepatu saat naik ke atas. Pengunjung dilarang menggunakan baju berwarna ungu terong dan hijau lumut. "Ngarso dalem sejak dulu juga sering datang ke sini," katanya. (Baca: Sultan HB X Bantah Punya Dukun)
Dalam cerita babad diceritakan Ki Ageng Pemanahan adalah keturunan raja Majapahit terakhir, Brawijaya V. Kembang Lampir merupakan tempat bertapanya Ki Ageng Pemanahan saat mencari wahyu keraton. Di tempat itu arah, dia mendapat petunjuk dari Sunan Kalijaga bila wahyu keraton berada di Dusun Giring, Desa Sodo, Kecamatan Paliyan, Gunung Kidul.
Β
Setelah mendapat petunjuk tersebut, Ki Ageng Pemanahan kemudian menuju ke tempat Ki Ageng Giring di Sodo yang masih ada hubungan keluarga. Wujud wahyu keraton itu disimbolkan dengan kelapa muda atau degan. Kelapa muda itu terdapat di tempat Ki Ageng Giring yang saat ditu diceritakan hanya sekali berbuah ketika pohon itu ditanam.
Dalam cerita Babad Tanah Jawi, kelapa muda itu akhirnya diminum oleh Ki Ageng Pemanahan saat bertamu dan merasa haus. Oleh karena Ki Ageng Giring tidak berhasil meminum buah degan itu, kedua kemudian mengikat dengan sebuah perjanjian bila kelak anak turunnya akan bertahta sebagai raja Mataram secara bergantian. Anak turun Ki Ageng Giring bertahta mulai Danang Sutowijaya dan penerusnya sebanyak tujuh turunan. Setelah itu bergantian anak keturunan Ki Ageng Giring yang akan berkuasa.
(bgs/try)