"Kunci keberhasilan operasi pengamanan di Papua bukanlah pada kecanggihan senjata yang dimiliki TNI-Polri dan sumber daya manusia yang handal menggunakan senjata-senjata tersebut. Tetapi paling utama adalah kemampuan komunikasi para personil TNI-Polri yang bertugas di Papua dalam mendekati masyarakat. Sehingga akan terwujud kebersamaan dan saling menghargai antara TNI-Polri dan masyarakat Papua," ungkap pengamat militer dan kepolisian, Aqua Dwipayana saat diminta tanggapannya tentang hal tersebut pada Minggu (10/5/2015).
Menurut Aqua sudah saatnya TNI-Polri lebih mengedepankan komunikasi dalam operasi pengamanannya di Papua. Itu jauh lebih simpati dan efektif. Kalau mampu melaksanakannya secara maksimal dan konsisten akan mendapat dukungan penuh dari masyarakat Papua.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya ingin agar pendekatan di Papua dirubah, bukan pendekatan keamanan yang represif, tapi dengan pendekatan pembangunan dan kesejahteraan," ujar Jokowi dalam arahannya di Markas Korem Jayapura, Sabtu (9/5/2015).
Salah satunya, Jokowi mencontohkn TNI-Polri bisa membantu masyarakat dengan mengajar di sekolah atau membangun jalan di perbatasan. Hal itu akan dirasakan langsung okeh masyarakat.
"Itu akan dilihat oleh rakyat," imbuhnya.
Menurut Jokowi, dialog dengan masyarakat sangat penting dalam membangun saling rasa percaya. Saat ini tingkat kepercayaan masyarakat kepada TNI/Polri sangat rendah.
"Ini adalah distrust, TNI-Polri juga masih ragu-ragu, benar atau ndak karena ada rasa tidak percaya. Dari sini juga sama," tuturnya.
Aqua menambahkan dibandingkan dengan menggunakan pendekatan keamanan yang represif sehingga banyak memakan korban jiwa termasuk di pihak TNI-Polri, melaksanakan 3K jauh lebih efektif. Selain itu hasilnya bisa dirasakan masyarakat Papua sepanjang masa.
Paling utama menurut anggota Tim Pakar Seleksi Menteri detikcom ini adalah menyentuh hati masyarakat Papua dengan pendekatan komunikasi. Yakinkan mereka bahwa TNI-Polri telah berubah. Tidak lagi menganggap sebagian di antara mereka sebagai lawan atau musuh, tapi sebaliknya yakni sebagai kawan untuk bersama-sama membangun Indonesia khususnya Papua.
K yang pertama jelas Aqua adalah Kesetaraan. Anggota TNI-Polri harus mampu menunjukkan itu ke seluruh warga Papua. Jadikanlah semua masyarakat Papua, tanpa melihat latar belakang jabatan, kondisi ekonomi, dan sosial, sebagai teman bahkan saudara.
Anggota TNI-Polri, lanjut Aqua jangan merasa dirinya lebih hebat dan lebih tinggi atau di atas masyarakat. Jika itu masih terjadi, berarti belum berhasil mewujudkan kesetaraan tersebut.
"Kesetaraan hanya dapat diwujudkan jika semua pihak yang terkait selalu menunjukkan sikap rendah hati. Tidak merasa dirinya lebih hebat atau lebih pintar dibandingkan yang lainnya. Kalau itu bisa dilakukan, komunikasi antara TNI-Polri dengan masyarakat Papua pasti lancar. Otomatis kondisinya akan kondusif. Keberadaan TNI-Polri sepenuhnya akan didukung masyarakat," ujar mantan wartawan harian Jawa Pos dan Bisnis Indonesia ini.
K yang kedua tambah Aqua adalah Keadilan. TNI-Polri harus secara optimal mendorong hal tersebut agar segera terwujud di tengah-tengah masyarakat Papua. Jangan lagi ada sikap pilih kasih atau diskriminatif.
"Meskipun selama ini sebagian besar masyarakat Papua lebih banyak diamnya daripada berbicara, namun mereka terus-menerus memonitor yang terjadi di provinsi tempat mereka tinggal. Mereka sangat sensitif dengan perilaku yang tidak adil. Apa pun itu alasannya," tegas Aqua yang sudah berkali-kali ke Papua dan Papua Barat.
Mewujudkan keadilan itu, ungkap Aqua harus dimulai dari pimpinan tertinggi baik di lingkungan TNI-Polri maupun sipil. Biasanya anggota yang dibawah atau masyarakat tinggal mengikuti kebijakan pemimpinnya.
K yang ketiga ungkap kandidat doktor Komunikasi dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran Bandung ini adalah Kesejahteraan. TNI-Polri harus ikut berperan aktif mewujudkan itu pada masyarakat Papua.
"Sejak beberapa tahun terakhir setiap tahunannya dana otonomi khusus (otsus) yang diberikan pemerintah pusat ke Papua jumlahnya triliunan rupiah. Namun hasil pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Papua tidak signifikan dengan besarnya dana otsus tersebut. Sebagian dana itu dikorupsi para pejabat dan elit politik di Papua yang perilakunya sangat tidak bertanggung jawab," ungkap Aqua.
Sampai sekarang, terang Aqua, masih banyak masyarakat Papua yang hidupnya miskin bahkan di bawah garis kemiskinan. Kondisi mereka jauh dari hidup layak dan mengenaskan sekali. Padahal pemerintah pusat telah menaruh perhatian besar pada mereka dengan memberikan dana yang sangat besar.
Menurut Aqua menjadi tugas TNI-Polri untuk dapat mewujudkan kesejahteraan lahir batin pada masyarakat Papua. Sehingga mereka merasakan benar-benar hidup di Tanah Air sendiri dan menjadi pemain utama bukan penonton.
Terkait dengan tindakan simpati Jokowi yang memberikan grasi kepada lima narapidana politik di Papua dan Papua Barat, Aqua menilainya hal itu sebagai langkah maju pemerintah pusat dalam membangun Papua jadi baik dan makin baik lagi. Kelima narapidana itu adalah Jafrai Murib, Linus Hiluga, Kimanus Wenda, Apotnagolit Enus, dan Numbungga.
Langkah maju tersebut kata penulis buku-buku best seller ini, lebih bagus lagi dengan mempercepat pemberian grasi dan amnesti kepada sekitar 90 narapidana politik yang sampai saat ini masih mendekam di berbagai penjara di Indonesia. Sehingga upaya rekonsiliasi yang dilakukan pemerintah pusat dapat segera terwujud.
"Kepada seluruh masyarakat Papua, Pak Jokowi harus serius menunjukkan bahwa mereka adalah bagian dari bangsa Indonesia. Hal itu perlu dibuktikan dengan berbagai langkah nyata dan konkrit yang dapat langsung dirasakan rakyat Papua. Dengan begitu tidak ada keraguan atau keinginan yang lain pada diri mereka selain bersama-sama membangun Papua dan Indonesia yang lebih sejahtera, adil, dan makmur," pungkas Aqua.
(rvk/kff)











































