Di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat ada tiga pusaka yang dianggap keramat yakni tombak Kanjeng Kyai Ageng Pleret, Keris Kanjeng Kyai Ageng Kopek, dan Keris Kanjeng Kyai Ageng Sengkelat. Sedangkan keris Kanjeng Kyai Ageng Joko Piturun adalah keris yang biasanya diberikan kepada putra mahkota.
Hal itu saat Sri Sultan Hamengku Buwono IX saat menggantikan ayahnya Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Ia juga diserahi keris Kyai Joko Piturun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bayu Dardias, dosen Politik dan Pemerintahan UGM yang sedang kuliah S3 di Australian National University, memiliki penilaian terhadap poin Sabda Raja terkait dengan penyempurnaan dua keris tersebut.
"Itu adalah perkataan politis yang maksudnya adalah βputri mahkotaβ dan Sultan selanjutnya (dalam hal ini GKR Pembayun) tidak perlu lagi menggunakan keris," kata Dardias dalam laman blognya seperti dikutip detikcom, Jumat (8/5/2015).
Selain itu, Bayu Dardias juga menyoroti kata 'menyempurnakan' sesuai dalam Sabda Raja itu. "Ketika Sultan mengatakan βnyempurnakkeβ itu berarti pula mengindikasikan bahwa leluhurnya HB I-IX memegang keris-keris yang belum sempurna," kata Bayu yang sedang menulis desertasi bertajuk Politik Keistimewaan di Yogyakarta Harta, Tahta dan Perebutan Kuasa ini.
Dalam filsafat Jawa, keris adalah senjata tradisional yang melekat kepada kaum laki-laki. Dilihat dari nama "Joko Piturun", keris tersebut biasanya diberikan kepada putra mahkota. Nama Joko sendiri sudah menunjuk kepada sosok atau figur seorang laki-laki.
Bila Sultan hendak menyempurnakan kedua keris tersebut, akan membuka ruang putri sulung Sultan HB X, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun menjadi putri mahkota. Saat ini dalam Sabda Raja, Gusti Pembayun mendapat gelar GKR Mangkubumi. Nama Mangkubumi juga pernah disandang ayahnya yang pada masa kecil bernama Herjuno Darpito kemudian bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Mangkubumi dan kemudian naik tahta menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Bayu menilai, makna sabda penyempurnaan dua keris itu sejalan juga dengan poin sabda pengubahan perjanjian kerajaan Mataram antara Ki Ageng Giring dengan Ki Ageng Pemanahan. Seperti diketahui, Ki Ageng Giring dan Ki Ageng Pemanahan adalah dua orang pendiri Kerajaan Mataram.
"Itu adalah makna politis yang maksudnya, garis keturunan tidak lagi garis laki-laki, tetapi juga bisa perempuan," ujar Bayu.
(fjp/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini