Tim Indonesia Peduli Nepal memasuki hari ke-5 di Kathmandu. Setelah membuka rumah sakit darurat di Satungal, Nepal, ternyata bantuan logistik milik tim masih ada. Tiba-tiba saja tim memutuskan untuk memberikannya ke desa terpencil di sebelah barat Kathmandu.
Tim berangkat pada pukul 01.30 waktu setempat dari Posko Indonesia Peduli Nepal di Kathmandu, Nepal, Rabu (6/5/2015). Rombongan yang dikoordinir oleh Duta Besar Indonesia untuk Bangladesh merangkap Nepal Iwan Wiranata Atmadja bersama Direktur Tanggap Darurat BNPB Junjungan Tambunan ditemani aktivis dari LSM setempat,IME.
3 Mobil minivan yang mengangkut rombongan berangkat menuju desa terpencil di balik Bukit Chandragiri, Desa Chitlang, Makawanpur, Nepal. Konvoi kendaraan tersebut berhenti tak lama setelah melewati distrik Satungal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bentuk perbukitan itu curam, hampir tidak ada jalur yang landai, dan jangan kira jalur yang dilalui dipenuhi aspal seperti Puncak, Bogor, di Indonesia. Jalur yang dilalui rombongan adalah bebatuan dengan lebar 3 meter.
Sementara di kiri mobil rombongan saat menanjak adalah jurang sedalam lebih dari 10 meter, di sisi kanan adalah tebing-tebing bebatuan. Guncangan demi guncangan terasa ketika mobil melaju 10-20 Km/jam.
Setelah menempuh 90 menit perjalanan, rombongan tiba di puncak bukit. Ada sebuah warung kecil di puncak Chandragiri, rombongan beristirahat sejenak di atas bukit tersebut.
Hamparan di sisi timur bukit itu adalah hamparan pemandangan Kathmandu dari ketinggian 2.200 mdpl. Di sisi barat puncak bukit, mata para rombongan dimanjakan dengan warna hijau pepohonan yang dihiasi satu atau dua rumah bertingkat yang jarak antar rumahnya cukup jauh.
15 Menit rombongan menikmati pemandangan dan kesejukan udara di lokasi tersebut. Perjalanan kemudian dilanjutkan dengan menuruni bukit ke arah barat, tak sampai 30 menit, rombongan tiba di Desa Chitlang.
Desa yang dikelilingi perbukitan tersebut cukup terpencil, kendaraan yang lewat hanyalah kendaraan yang disewa secara kolektif oleh warga di desa itu. Bangunan-bangunan rumah warga berjarak 10 meter hingga 300 meter.
Bangunan yang paling besar adalah markas Nepal Armed Police, namun guncangan 7,9 SR yang dialami Nepal 25 April lalu itu menyematkan retakan di sisi kiri dan kanan bangunan bertingkat dua dan berwarna dominan cokelat tersebut.
Tak lama setelah rombongan tiba di lokasi, sebuah mobil truk warna biru membawa logistik bantuan gempa Nepal tiba di lokasi yang sama. Logistik itu terdiri dari 2 unit tenda 12x7x3 meter dan makanan.
Dampak gempa di lokasi ini tak separah di Kathmandu atau Langtang, namun dua buah tenda kecil dari terpal berdiri di samping markas polisi nepal bersenjata tersebut. Bantuan ini juga diterima secara simbolis oleh Guard Police Chitlang Raj Kumar.
"(Chitlang mendapatkan bantuan Indonesia) karena kami berkonsultasi, daerah mana yang memerlukan bantuan. Anda lihat sendiri daerah ini saja memakan waktu perjalanan 2,5 jam," kata Dubes Iwan.
"Tepat sekali kita ke desa ini untuk berikan bantuan, sebagai bentuk simpati kita. Jadi Indonesia sudah jauh ke pelosok Nepal, tidak saja di Kathmandu," tambahnya.
Sementara itu menurut Direktur Tanggap Darurat BNPB, Junjungan Tambunan, bantuan itu diberikan karena 4.000 penduduk Chitlang belum mendapatkan bantuan dari manapun pasca gempa. Ia juga menyatakan bantuan itu sebagai bentuk simpati Indonesia.
"Bantuan untuk Chitlang secara khusus tenda pengungsi, logistik makanan cepat saji, selimut dan itu kita berikan untuk masyarakat yang jangkauannya cukup sulit. Jadi kita bersimpati terhadap korban yang ada di sini," ujar Junjungan di lokasi yang sama.
(vid/jor)