"Selamat Siang", sapa Nurul (20) seorang tunarungu dengan isyarat gerakan tangan ditempelkan ke dagu lalu telapak tangan dibuka ke arah depan (selamat), ditambah gerakan tangan kanan seperti ingin mencengkeram lalu ditutup ke bawah (siang).
Pelanggan yang belum memahami bahasa tubuh bagi tunarungu, tentu akan kebingungan dengan arti gerakan tersebut. Bagaimana pula meresponnya. Namun tak perlu risau, sebuah lembar kertas memberikan petunjuk tengan beberapa sapaan sederhana dengan bahasa tubuh.
Di antara bahasa tubuh yang bisa langsung dipraktekkan itu adalah 'makan', 'minum', 'kopi', 'teh', 'manis', 'enak sekali', 'pedas', 'terimakasih', 'maaf' dan lainnya. Nurul akan memahami jika anda ingin belajar singkat dan langsung mempraktekkan sapaan sederhana kepadanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Begitulah interkasi yang terjadi di 'Deaf Cafe Finger Talk' yang beralamat di Jalan Pinang No 37, Pamulang Timur, Tangerang Selatan. Nurul yang berasal dari Bandung, adalah salah satu dari 5 orang pelayan tunarungu yang bekerja di kafe 'Finger Talk'.
Selain Nurul, ada Friska (25) asal Bali, Wawan (27) asal Jember, Sari (30) asal Bandung, dan Santi (31) asal Pamulang. Meski mereka berasal dari daerah dan latar belakang yang beragam, namun di kafe itulah sebuah kebahagiaan dan ikatan bagi tunarungu terbentuk.
Adalah Dissa Syakina Ahdanisa (25), sang pemilik kafe yang menyiapkan daftar berbagai macam gerakan bahasa isyarat bagi pengunjung. Wanita berjilbab lulusan kampus Jepang dan Australia itu sejak lama ingin punya kafe atau tempat yang bisa membangun interaksi antara orang dengan gangguan pendengaran dan bicara dengan masyarakat umum.
"Saya sempat ke Nikaragua untuk menjadi volunteer di salahsatu NGO. Di situ saya ketemu orang Spanyol yang bikin kafe di Granada yang pegawainya orang tunarungu," ujar Dissa.
Dari situlah wanita yang mahir berbahasa Spanyol untuk bertekad untuk membangun kafe bagi tunarungu. Interkasi seperti sapaan di atas adalah salah satu yang diharapkan Dissa, namun lebih dari itu adalah pengakuan terhadap orang-orang dengan tunarungu.
"Kalau pelanggan ada kesulitan, selain disiapin daftar gerakan tubuh, kita juga ada kertas di setiap meja. Jadi mereka bisa tulis dan mereka (pelayan tunarungu) paham," ucap Dissa.
(bal/van)