Di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebenarnya ada tiga pusaka yang dianggap keramat yakni tombak Kanjeng Kyai Ageng Pleret, Keris Kanjeng Kyai Ageng Kopek, dan Keris Kanjeng Kyai Ageng Sengkelat. Sedangkan keris Kanjeng Kyai Ageng Joko Piturun adalah keris yang biasanya diberikan kepada putra mahkota.
Hal itu saat Sri Sultan Hamengku Buwono IX saat menggantikan ayahnya Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Ia juga diserahi keris Kyai Joko Piturun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam filsafat Jawa, keris adalah senjata tradisional yang melekat kepada kaum laki-laki. Dilihat dari nama "Joko Piturun", keris tersebut biasanya diberikan kepada putra mahkota. Nama Joko sendiri sudah menunjuk kepada sosok atau figur seorang laki-laki.
Bila Sultan hendak menyempurnakan kedua keris tersebut, akan membuka ruang putri sulung Sultan HB X, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun menjadi putri mahkota. Saat ini dalam Sabda Raja, Gusti Pembayun mendapat gelar GKR Mangkubumi. Nama Mangkubumi juga pernah disandang ayahnya yang pada masa kecil bernama Herjuno Darpito kemudian bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Mangkubumi dan kemudian naik tahta menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Nama Pangeran Mangkubumi juga pernah disandang pendiri Kasultanan Ngayogyakarta saat terjadi perjanjian Giyanti tahun 1755 yang saat itu Kraton Surakarta dipecah menjadi dua. Kasunanan Surakarta dengan gelar Paku Buwono dan Kasultanan Ngayogyakarta dengan Sultan Hamengku Buwono.
Adanya keinginan Sultan atau Ngarso dalem untuk melakukan penyempurnaan terhadap kedua keris itu Kyai Kopek dan Kyai Joko Piturun sampai saat ini belum diketahui. Apakah Sultan akan mengganti keris tersebut atau menambahkannya pusaka yang lain kepada calon penggantinya?
Yang jelas, keris Joko Piturun ini menandakan adanya isyarat semacam tongkat estafet kepemimpinan.
(bgs/try)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini