Setidaknya ada lebih dari 7 fosil kerang raksasa yang masuk dalam pendataan Tim Ekspedisi NKRI 2015 Koridor Kepulauan Nusa Tenggara Subkorwil 7/Alor. Fosil kerang yang dikenal dengan nama kima itu banyak ditemukan di Pulau Pura dan Pulau Buaya, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur.
Menurut tim ahli flora fauna dari UGM, Donan Satria Yudha, ditemukannya banyak fosil kima yang berdekatan itu menunjukkan bahwa lokasi tersebut menjadi habitat yang baik bagi kima pada ribuan bahkan ratusan ribu tahun yang lalu. Fosil kima yang dijumpai memiliki ukuran cangkang beragam, ada yang kecil yaitu sekitar 30 cm hingga sangat besar yaitu sekitar 100 cm.
"Beragamnya ukuran fosil kima menunjukkan bahwa lokasi tersebut juga cocok bagi perkembangbiakan dan pertumbuhan kima purba," ujar Donan dalam rilis yang diterima detikcom, Selasa (5/5/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Keberadaan fosil itu kemungkinan besar berupa dasar laut yang terangkat," terangnya.
Fosil terumbu karang yang dijumpai di sekitar fosil kima adalah dari genus: Tubipora (Alcyonacea/Stolonifera; Tubiporidae), Acropora (Scleractinia/Madreporaria; Acroporidae), dan Favites (Scleractinia/Madreporaria; Faviidae). Pada ketiga lokasi ditemukannya fosil kima, tim flora fauna juga menjumpai kima masa kini. Ketika melakukan pengamatan di perairan Selat Pantar, terdapat dua jenis kima yang berhasil diidentifikasi yaitu Tridacna maxima dan Hippopus hippopus.
"Dengan demikian dapat dipastikan apabila perairan di Selat Pantar merupakan habitat yang baik bagi berbagai jenis kima," tuturnya.
Dalam paparannya, tim flora fauna menjelaskan, menurut beberapa penelitian mengenai evolusi proses-proses geodinamika di Pulau Alor dan sekitarnya, menunjukkan bahwa Pulau Alor dan wilayah Sunda Kecil (Lesser Sunda) secara umum merupakan dasar laut yang mengalami pengangkatan.
Secara geologi, pengangkatan tersebut berhubungan dengan proses-proses subduksi/tumbukan yang muncul antara lempeng Australia dan Eurasia, termasuk back-arc thrusting. Uniknya di Alor, proses pengangkatan dasarlaut tersebut terjadi sangat cepat, yaitu dua kali kecepatan dari proses pengangkatan yang juga terjadi di Pulau Atauro dan Sumba.
Kecepatan pengangkatan di Alor adalah 1,0-1,2 milimeter per tahun dan dimulai sejak 500.000 tahun yang lalu. Jadi dapat dikatakan bahwa fauna dasar laut yang menjadi fosil di daratan Pulau Alor hingga lerengnya berasal dari sebelum 500.000 tahun yang lalu atau pada Kala Pleistosen Tengah.
Kima dari Genus Tridacna menempati habitat di zona litoral (zona pasang surut air laut) dengan menambat di dalam batu karang. Kima dari genus Hippopus berhabitat di area berpasir dan terumbu karang. Pada umumnya kima dijumpai pada perairan laut dangkal dengan kedalaman hingga 20 meter yang jernih.
Faktor cahaya sangat berpengaruh karena simbiosis kima dengan fitoplankton zooxanthella dari genus Symbiodinium. Kima mendapatkan sebagian besar makanannya dengan menyaring plankton dari air laut, namun juga mendapatkan asupan nutrisi dari simbiosis hasil fotosintesis zooxanthella.
(kff/ndr)