"Saya tinggal di Texas, di Houston. Di Texas ada Cowley County, daerah itu narapidana yang menunggu hukuman mati paling banyak dibanding negara bagian lain di AS," jelas Mustafa Tameez, pendiri konsultan komunikasi politik di AS, Outreach Strategist.
Mustafa Tameez merupakan salah satu dari 6 delegasi muslim AS yang berkunjung ke Indonesia berkat kerjasama dengan KBRI Washington DC. Dia berdiskusi dengan Forum Pemred di Hotel Sari Pan Pacific, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (30/4/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tameez menjelaskan, sebagai negara demokrasi ketiga terbesar di dunia, Indonesia tentulah memiliki hukum sendiri.
"Tapi di Islam, ada yang namanya pengampunan. Namun sebagai negara muslim terbesar di dunia, mungkin ada pertimbangan lain yang harus diambil oleh pemerintah, warga bebas untuk mengkritik pemerintah Anda, mereka berhak untuk bereaksi," jelas Tameez.
Dia menambahkan, dalam Islam, manusia dianjurkan memberikan teladan-teladan yang baik. "Namun cara Anda memperlakukan orang, belum tentu sama dengan cara orang memperlakukan Anda. Begitu pula bila Anda membuat kesalahan di tanah orang," jelas dia.
Di Texas, yang berbatasan dengan Meksiko, banyak pendatang dari Meksiko. Warga keturunan Meksiko atau WN Meksiko di AS, menurutnya, sering melakukan aksi kriminal di AS.
"AS biasanya terus memproses hukum mereka (WN Meksiko atau keturunan Meksiko). Namun Meksiko biasanya ingin warganya dikembalikan. Ini memang isu internasional yang sudah menjadi perdebatan sejak lama," jelas Tameez.
Untuk kasus hukuman mati WN Meksiko di AS, menurut Death Penalty Information Center (DPIC), ada 50-an WN Meksiko di negara bagian Texas-AS menunggu eksekusi mati. Ternyata, para terpidana mati itu tidak diberikan hak-haknya, termasuk dalam pelayanan kekonsuleran Meksiko di AS, juga tak ada pengadilan yang memeriksa hak-hak para napi dan ini menyalahi Konvensi Vienna.
Sejak tahun 2004, International Court of Justice telah mengirimkan surat pada AS agar meninjau ulang vonis mati pada para WN Meksiko dengan memperhatikan hak-haknya. Menlu AS John Kerry pun telah mengingatkan Gubernur Texas bahwa hukuman mati itu bisa merusak hubungan dengan Meksiko, juga mengalangi upaya AS untuk menolong warga negaranya bila ditahan negara lain.
"Pejabat konsuler kita selalu memastikan WN AS yang ditahan di luar negeri memiliki akses pangan dan pengobatan yang pantas, jika dibutuhkan, harus memiliki akses ke perwakilan legal," jelas Kerry dilansir deathpenaltyinfo.org.
Hukuman mati di AS dilaksanakan menurut cara masing-masing negara bagian. Menurut catatan BBC, AS telah menembak, menyetrum, menggantung, dan menyuntik mati lebih dari 1.400 terpidana sejak 1976. Bahkan, saat ini masih ada 3.000 narapidana lain yang menunggu hukuman mati di sana.
(nwk/nrl)











































