Standar ganda yang dimaksud adalah Australia selalu bersikap reaktif ketika negara tetangganya melakukan eksekusi mati kepada warga Australia. Tapi Australia tidak reaktif ketika Amerika Serikat (AS) yang merupakan sekutunya melakukan eksekusi mati.
Sekadar catatan dari BBC, AS telah menembak, menyetrum, menggantung, dan menyuntik mati lebih dari 1.400 terpidana sejak 1976. Bahkan, saat ini masih ada 3.000 narapidana lain yang menunggu hukuman mati di sana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka menerapkan standar ganda. Tapi itu adalah resiko karena kita bertetangga. Di mana intensitas kita sangat tinggi dengan Australia," ujar pakar hubungan internasional Unpad, Teuku Rezasyah, saat dihubungi, Kamis (30/4/2015).
Menurutnya kemungkinan Australia melakukan kecaman terhadap eksekusi mati di Indonesia karena perbedaan pandangan politik. Dia juga menganggap, Indonesia berpotensi menganggu Australia.
"Kita lihat sistem politik kita kan beda dan masyarakat di sana selalu ingin mengomentari apa yang ada di Indonesia," ujar Teuku.
Meski demikian, Reza menegaskan pemerintah harus tetap mengedapankan kedaulatan hukum meski ada kecaman di Indonesia. Selain itu, penyampaian ke negara-negara luar soal eksekusi mati harus terus ditingkatkan.
"Diplomasinya juga harus ditingkatkan, tunjukan tentang apa yang sedang terjadi di Indonesia dan kenapa kita harus ambil sikap ini," ucap Teuku.
Sebagaimana diketahui, Australia langsung mengancam menarik Dubesnya di Jakarta usai Andrew Chan dan Myuran Sukumaran dieksekusi mati pada Rabu (29/4) kemarin.
(rvk/asp)











































