Survei dilakukan dengan mengukur kinerja pencapaian hasil pembangunan tahun 2014. Metode yang digunakan adalah quesioner dengan melibatkan 2500 responden yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia.
"Secara keseluruhan, indeks barometer sosial 2015 yang diperoleh adalah 5,56 (skala 1-10) dan masuk dalam kategori 'agak mengupayakan pencapaian keadilan sosial'," kata Senior Program Officer INFID, Hamong Santono di Warung Daun, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (25/4/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masih ada ketidaksesuaian dengan kebutuhan warga, sasaran penerima bantuan belum tepat, prosedur pelaksanaan yang sulit dan berbelit-belit serta ketidaksesuaian barang yang dibutuhkan," urainya.
Peneliti dari UI, Bagus Takwin, menambahkan warga menilai program yang diselenggarakan pemerintah masih sulit diperoleh. Informasinya juga tidak jelas sehingga banyak warga yang tak dapat menikmati fasilitas tersebut.
"Kebutuhan program sosial di Indonesia tergolong tinggi. Namun penyelenggaraannya tidak didasari dari hasil analisis terhadap kebutuhan sosial," tutur Bagus.
Dari 4 program sosial besar yang digelar pemerintah, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), Program Keluarga Harapan (PKH), Jaminan Persalinan (Jampersal), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Subsidi Pupuk dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), BOS yang peminatnya paling tinggi dan tepat pemanfaatannya.
"BOS 88,7%, di bawahnya Jamkesmas 88,4% kemudian Jampersal 79,7%," urainya.
Program-program sosial tersebut menurut Bagus harus terus ditingkatkan. Mengingat kebutuhan masyarakat akan program sosial terus meningkat.
"Animo masyarakat terhadap programbsosial pemerintah juga cukup tinggi," tutupnya.
Ketimpangan
Selain itu, hasil survei menunjukkan warga menilai ada ketimpangan sosial dalam program pemerintah.
"Rata-rata seluruh warga menilai ada ketimpangan sosial," kata peneliti dari UI, Alfindra Primaldhani.
Alfin menjelaskan, ada 10 poin yang dinilai warga merupakan sumber ketimpangan sosial. Yaitu penghasilan (80%), harta benda yang dimiliki (75,7%), kesejahteraan keluarga (75,6%), pendidikan (74,5%), kesempatan mendapatkan pekerjaan (73,8%), rumah atau tempat tinggal (71,5%), lingkungan tempat tinggal (68,7%), hukum (63,3%), kesehatan (59,9%) dan keterlibatan dalam publik (58,6%).
Alfin mengatakan, daerah dengan ketimpangan sosial yang sangat terasa adalah di kawasan Indonesia Timur. Untuk persepsi terhadap perbedaan penghasilan di Papua sebesar 81,1% sementara paling tinggi selanjutnya adalah di Sumatera yaitu 77,6%. Kemudian untuk Sulawesi sebanyak 69,7%, Kalimantan 65,1% dan terakhir Jawa 64%.
"Indeks ketimpangan sosial 2015 adalah 5,06. Artinya seluruh responden menilai ada ketimpangan di 5 dari 10 ranah sumber kepentingan," tutupnya.
(kff/aan)