Bagaimana tidak, hidup di Wanam bagai tak kenal dunia luar. Siang hari, di sini tak ada aliran listrik. Otomatis hiburan warga di sini hanyalah berkumpul di lapangan dan saling bertukar info satu sama lain.
Saat berkunjung ke Wanam bersama Satgas anti ilegal fishing, tak ada sinyal ponsel yang menghampiri. Padahal, di sini terdapat kios isi ulang pulsa dan toko penjual handphone.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jangankan sinyal ponsel, surat kabar lokal atau pun harian nasional juga enggan menyambangi kampung ini. Malam hari, sejak pukul 18.00 WIB kampung ini mulai dialiri listrik. Tapi pada pukul 24.00 WIB, listrik kembali padam hingga sore di keesokan harinya. Malam hari, warga lebih memilih di rumah karena tingkat kriminalitas lumayan tinggi.
"Di sini banyak beredar miras ilegal, kalau ada orang mabuk, seram sekali di sini," jelas Yonas.
Miras ilegal yang dimaksud, berasal dari nelayan asal Tiongkok yang kerap bersandar di dermaga Wanam. Para nelayan bekerja untuk perusahaan ikan yang kini sedang tidak bisa beroperasi karena adanya moratorium penangkapan ikan untuk kapal asing dan eks asing.
Wanam juga tidak bisa dilalui jalur darat dari pusat pemerintahan Merauke. Hanya ada jalur laut dan jalur udara. Saat satgas ilegal fishing sidak ke Wanam, mereka sedikit kerepotan.
Telepon satelit terpaksa digunakan supaya bisa berkomunikasi dengan dunia luar. Tentunya kondisi Wanam tergolong memprihatinkan. Warga kebanyakan meminta pemerintah hadir di sini untuk menyumbang infrastruktur supaya Wanam dapat hidup sebagaimana masyarakat kota besar lainnya.
(rvk/tfn)