Icang menuturkan di kios pulsanya yang tak jauh dari kosan Tataa, Jl Tebet Utara I No 15 C, Jakarta Selatan, Rabu (15/4/2015).
"Awalnya pegawai saya yang jaga kios, yaitu Mbak Yuni, ditelepon kakaknya Mpie (Tataa) yang tinggal di Condet. Kakaknya curiga kok waktu telepon HP Tataa nggak diangkat, padahal biasanya Tataa menelpon," kata Icang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya gedor-gedor pintu sambil memanggil, 'Kak! buka pintu!' Tapi tak ada jawaban," kata Icang.
Gedoran pintu pria kelahiran 1969 itu tak membuahkan hasil. Dia lantas menghubungi Juliana alias Ana, pengelola rumah kos, untuk mendapatkan kuci cadangan kamar kos Tataa.
"Mbak Ana dan tiga orang lain lantas naik ke kamar Mpie (Tataa). Aku sudah nggak berani melihat ke kamar dan nggak ikut membuka pintu. Aku duduk di anak tangga saja," kata Icang.
Lantas pada Sabtu (11/4) pukul 19.00 WIB itu, Tataa ditemukan tewas berselimut namun tak berbusana. Kabel terlilit di lehernya. Icang yang tak melihat langsung jasad Tataa lantas tak kuat lagi dan memutuskan pulang ke rumahnya sekitar 50 meter dari lokasi.
"Aku terus pulang, nangis. Bahkan sampai sekarang saya nggak bisa tidur. Masih kepikiran terus," kata Icang.
Icang merupakan orang suruhan Tataa untuk mengurus kebutuhan sehari-hari, termasuk membersihkan kamar. Setiap dua pekan sekali, dia menerima duit Rp 200 ribu dari Tataa. Dia menuturkan, saat sebelum Tataa tewas, tubuhnya lebih langsing dan terlihat cantik.
"Mungkin gara-gara obat pelangsing itu dia agak lemas (saat upaya pembunuhan berlangsung)," terka Icang.
(dnu/mad)