Kasus bermula saat pemilik Lau's Kopitiam keberatan dengan merek KOPITIAM yang dikantongi Abdul Alex karena kopitiam secara harfiah berarti 'kedai kopi'. Keberatan ini dikuatkan dengan mengacu pada Paris Convention for Protection of Industrial Property tahun 20 Maret 1883 yang direvisi pada 14 Desember 199 dan terus direvisi berkali-kali hingga terakhir pada 29 September 1979. Paris Convention ini telah diratifikasi menjadi UU Merek di Indonesia.
Atas hal itu, Laus' Kopitiam meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menyatakan merek KOPITIAM ala Abdul Alek haruslah dicabut. Tapi apa daya, pada 22 Mei 2014 gugatan Laus' Kopitiam kandas karena PN Jakpus menolak gugatan ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menyatakan Phiko Leo Putra telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menggunakan secara tanpa hak merek Lau's Kopitiam yang tidak terdaftar dan memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek KOPITIAM milik penggugat rekonvensi," demikian putus majelis PK sebagaimana dilansir website Mahkamah Agung (MA), Rabu (15/4/2015).
Duduk sebagai ketua majelis Syamsul Maarif PhD dengan anggota Prof Dr Takdir Rahmadi dan Hamdi.
(asp/fjr)