Kronologi ini dipaparkan Migrant Care dalam rilisnya yang diterima, Rabu (15/4/2015):
7 April 1998
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
setiap 5 bulan sekali berkirim uang kepada kedua anaknya yang bernama Syarifudin (7) dan Mohammad Ali (5).
Tahun 1999
Satu tahun bekerja dan memasuki tahun kedua, Siti Zaenab sering mengalami penyiksaan dari majikan perempuan yang bernama Nouroh Binti Abdullah Duhem Al Maruba. Kondisi ini Siti Zaenab ceritakan kepada keluarga melalui surat yang dikirim ke keluarga di Bangkalan, dan sekaligus menjadi surat terakhir dari Siti Zaenab.
Setelah keluarga menerima surat dari Siti zaenab yang mengabarkan bahwa dirinya mengalami penyiksaan dari majikan, kemudian keluarga yakni Hasan kakak kandung Siti Zaenab (alm) mendatangi Depnakertrans Republik Indonesia untuk mengadukan masalah Siti Zaenab. Oleh Depnakertrans Hasan disarankan untuk mendatangi PT Panca Banyu Ajisakti, Jakarta. Kemudian PT berkirim surat ke KBRI Arab Saudi.
Keluarga menerima surat dari KBRI Arab Saudi yang pada intinya menyampaikan bahwa Siti Zaenab sedang ditahan dan terancam terancam hukuman mati. Setelah itu Hasan berupaya meminta bantuan pemerintah dengan berkirim surat ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan, mendatangi Departemen Luar Negeri dan instansi terkait.
Awal 2001
Hasan juga bertemu dengan Ibu Negara saat itu Sinta Nuriyah di Istana Kepresidenan
24 Oktober 2001
Keluarga mengunjungi Siti Zaenab di penjara Arab Saudi.
13 Februari 2007
Hasan mendatangi Migrant Care dengan didampingi Fatayat Bangkalan untuk meminta bantuan pendampingan ke instansi-instansi terkait.
14 Februari 2007
Keluarga dengan didampingi Migrant Care melakukan audiensi dengan Kepala BNP2TKI saat itu Jumhur Hidayat dan hasilnya pada saat itu BNP2TKI akan memfasilitasi pembiayaan untuk keluarga (Hasan dan Ali Ridho )untuk mengunjungi Siti Zaenab di penjara.
15 Februari 2007
Migrant Care mendampingi keluarga untuk melakukan audiensi dengan Gus Dur, Maria Ulfah dan Hasyim Muzadi. Yang mana pada saat itu Gusdur langsung memerintahkan stafsusnya untuk membuat surat ke raja Arab Saudi, dan Gusdur juga langsung menelepon Raja Arab Saudi untuk meminta penundaan eksekusi terhadap Siti Zaenab.
Setelah pertemuan dengan Gus Dur, keluarga juga diterima oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan Ibu Meutia Hafid di rumah dinasnya. Hasilnya bahwa Kementerian Pemberdayaan Perempuan akan berkirim surat ke presiden serta membuat rekomendasi ke Gubernur untuk menjamin pendidikan kedua anak Siti Zaenab.
16 Februari 2007
Migrant Care juga mendampingi keluarga melakukan audiensi dengan denganDirektur Perlindungan WNIβBantuan Hukum Indonesia Deplu saat itu Ferry Adamhar, dan mendapat jawaban bahwa Siti Zaenab dalam kondisi sehat dan saat ini di penjara juga bekerja sebagai koki/tukang masak, selain itu juga Ferry Adamhar menyampaikan untuk mengunjungi Siti Zaenab sangat kesulitan dan hanya orang konsuler yang diperbolehkan mengunjungi Siti Zaenab di penjara
27 Februari 2007
Migrant Care menerima surat dari keluarga (Hasan, kakak Zaenab-red) terkait permohonan agar dibantu bisa mendapatkan beasiswa untuk kedua anak Siti Zaenab.
1 Maret 2007
Migrant Care mengirimkan surat kepada keluarga perihal informasi bahwa Menteri Pemberdayaan Perempuan telah berkirim surat dengan Gubernur Jawa Timur, dan hasil audiensinya akan dikirim kepada keluarga dan pendamping di Madura.
29 Mei 2007
Migrant Care mengirimkan surat kepada Deplu terkait permohonan keluarga Siti Zaenab untuk menjenguk di penjara Arab Saudi. BNP2TKI berjanji akan memfasilitasi keluarga untuk menjenguk ke penjara.
4 Juli 2007
Belum ada kejelasan dari BNP2TKI untuk memfasilitasi keluarga untuk menjenguk di penjara.
Tahun 2013
Walid Bin Abdullah Bin Muhsin Al Hamadi (anak majikan) telah akil baligh, Migrant Care mengingatkan kepada pemerintah (pemerintahan SBY) agar meningkatkan upaya diplomasi untuk membebaskan Siti Zaenab, namun tidak ada respon signifikan pada saat itu.
14 April 2015
Siti Zaenab dihukum mati pukul 10.00 waktu Arab Saudi.
(nwk/try)