Jaringan Freddy ini dimulai dengan rencana membuat pabrik ekstaksi di sebuah gudang di Kapuk Kamal, Cengkareng, Jakarta Barat pada medio September 2014 lalu. Upaya ini melibatkan 3 saudara kandung Freddy dan 8 pegawai yang direkrut saudara kandungnya.
"Bulan September 2014, Freddy menyuruh Yanto dan Aries membeli bahan dan alat cetak ekstaksi kemudian disimpan diβ Cengkareng," kata Direktur Tipid Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Anjan Pramuka Putra di Cengkareng, Jakarta Barat, Selasa (14/4/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
September 2014:
Freddy menyuruh Yanto dan Aries membeli bahan baku dan alat cetak ekstaksi dan disimpan di Cikarang. Namun bahan baku masih kurang lengkap.
Oktober 2014:
Freddy menyuruh Yanto terima narkotika berbentuk perangko atau CC4 dari Mr X yang masih DPO di depan Museum Bank Indonesia. Kemudian barang itu dijual Freddy ke Andre.
November 2014:
Freddy kembali menyuruh Yanto menerima 1 kg sabu dari Mr X (DPO) di daerah Kota. Kemudian Yanto menyerahkan barang itu ke Bengek (DPO) di Stasiun Kota.
Januari 2015:
Freddy lagi-lagi menyuruh Yanto terima 500 gr sabu dari Mr X (DPO) di Kota Tua dan diserahkan ke pria misterius yang masih buron.
Februari 2015:
Freddy membeli 25 ribu butir ekstaksi kepada warga negara Belanda Laosan alias Boncel (DPO). Kemudian Freddy menyuruh Ramon (DPO) untuk mengecek paket berisi 25 ribu butir ekstaksi dari Belanda itu.
Maret 2015:
Freddy menyuruh Gimo untuk menerima 1,2 kg sabu dari pria misterius warga negara Pakistan di Terminal Kampung Rambutan. Barang itu lalu diserahkan kepada Latif di Kayu Besar, Jakbar.
9 Maret 2015:
Yanto dan Aries mendapatkan instruksi dari Freddyβ untuk mengambil paket berisi 25 ribu butir ekstaksi dari Kantor Pos Cikarang. Kemudian Freddy memerintahkan Yanto untuk menyerahkan 5.000 butir ekstaksi kepada orang suruhan Asiong di Bekasi, dan menyerahkan 1.000 butir ekstaksi lainnya kepada Mr X (DPO) di Bekasi.
Kemudian Freddy menyuruh Gimo mengirim 2 ons sabu ke Palu dan diterima oleh orang suruhan Henny. Ia juga menyuruh Yanto membawa dan menyerahkan 1 Kg sabu kepada Mr X (DPO) di Surabaya. Namun kualitas sabu tidak bagus, sehingga dikembalikan ke Jakarta.
Freddy lalu menyuruh Yanto mengirimkan 1 ons sabu ke Kalimantan dan 1 ons lainnya ke Palu. Sabu tersisa 8 ons yang kemudian disimpan Gimo di gudang bekas pabrik garmen di Kapuk Kamal. Gudang itu dikuasai Latif.
Freddy kemudian memberi instruksi kepada Yanto untuk memindahkan bahan baku dan alat cetak ekstaksi yang pengadaannya dilakukan pada November 2014 lalu ke gudang tersebutβ. Namun Yanto menyuruh Aries, sehingga Aries menyerahkan bahan baku dan alat cetak itu kepada Gimo.
15 Maret 2015:
Freddy memesan 50 ribu butir ekstaksi kepada Laosan (WN Belanda).
5 April 2015:
Freddy menyuruh Asun untuk mengecek paket kiriman 50 ribu butir ekstaksi yang dikirim oleh Laosan (WN Belanda).
7 April 2015:
Freddy menyuruh Yanto dan Aries mengambil paket kiriman 50 ribu butir ekstaksi dari Kantor Pos Cikarang. Kemudian Yanto dan Aries tertangkap oleh penyidik, yang kemudian menyisir aset jaringan Freddy, salah satunya gudang di Kapuk Kamal.
Total ada 11 kaki tangan Freddy, yaitu Yanto, Aries, Latif, Gimo, Asun, Henny, Riski, Hadi, Kimung, Andre dan Asiong yang berhasil ditangkap penyidik. Namun sang importir, Laosan (WN Belanda), yang berada di negeri kincir angin itu masih buron.
Dari pengungkapan ini, penyidik menyita 50 ribu butir ekstaksi asal Belanda, 800 gram sabu asal Pakistan dan 122 lembar narkotika berbentuk perangko atau CC4 yang diduga berasal dari Belgia.β Selain itu turut disita 20 ponsel, 1 mesin cetak ekstaksi, 25 kg bahan baku ekstaksi, 1 kg pewarna, 10 kg bahan pelarut, 1 timbangan digital, 1 timbangan analog dan alat penyaring.
Peredaran narkotika dari jaringan Freddy ini berada di Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Bali, Makassar, Palu dan Kalimantan. Penyidik pun berencana menjerat jaringan Freddy dengan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap aset berupa bangunan, ruko, rumah, mobil dan rekening di bank.
Mereka dijerat Pasal 114 juncto Pasal 132 UU Narkotika dengan ancaman hukuman maksimal yaitu pidana mati. Seperti yang disandang oleh Freddy, terpidana mati yang menunggu eksekusi namun tak kunjung terlaksana.
(vid/bar)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini