Kubu Aburizal Bakrie kembali menggeser beberapa loyalis Agung Laksono yang duduk di sejumlah komisi di DPR. Petinggi Golkar kubu Agung dilempar ke Komisi VIII, sebut saja Sekjen Zainuddin Amali, Waketum Agus Gumiwang Kartasasmita. Belakangan putra Agung Laksono, Dave Laksono juga 'dibuang' ke Komisi VIII DPR.
Dave Laksono yang masih berdarah muda tak terima digeser dari Komisi I DPR. Dave menganggap penggusurannya tidaklah sah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dave pun akan tetap berkantor di Komisi I DPR. Persoalan lain kalau kursinya di Komisi I sudah diduduki oleh kubu Aburizal Bakrie.
"Tentunya (tetap di Komisi I). Kalau nama tidak ada di absen, tulis saja sendiri," ucapnya.
Komisi VIII DPR sebenarnya layak disebut sebagai komisi surga lantaran banyak diisi ustadz, kiai hingga para tetua parpol. Namun kisah yang menyeruak justru gelar komisi VIII DPR sebagai komisi air mata, kebalikan dari komisi basah alias komisi mata air.
Mantan anggota Komisi I DPR Yuddy Chrisnandi pernah mengungkap bahwa istilah 'komisi basah' atau kerap disebut anggota DPR sebagai 'komisi mata air' digunakan untuk menggambarkan komisi dengan mitra kerja dan anggaran yang besar. Sebaliknya, 'komisi kering' yang disebut sebagai 'komisi air mata' adalah komisi dengan sedikit anggaran.
"Sebenarnya basah dan kering itu relatif. Beberapa komisi sering disebut komisi air mata, kering apanya? Di setiap komisi kan ada anggarannya. Di setiap komisi itu ada sejumlah anggaran dari mitra kerjanya. Selalu ada peluang KKN, jadi ini sangat relatif tergantung moral anggota DPR-nya untuk mengolah," kata Yuddy yang dua periode lalu menjadi anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar dan kini jadi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) ini, tahun 2012 silam.
Yuddy mencontohkan Komisi I dan X DPR sebagai komisi mata air. "Komisi I juga anggaran pertahanan sangat besar, Komisi X itu komisi pendidikan, anggaran pendidikan sangat besar ada 20 persen dari APBN. Jadi basah atau kering, mata air atau air mata, itu sangat tergantung bagaimana anggotanya mengolah," ungkap Yuddy.
Yuddy sendiri menekankan seharusnya anggota DPR tak bermain anggaran. Karena baru masuk DPR saja sudah dibanjiri fasilitas premium.
"Anggota DPR kan digaji dan diberi berbagai fasilitas yang luar biasa. Baru masuk DPR dapat kredit tanpa bunga untuk membeli rumah, dapat subsidi membeli mobil, subsidi perawatan rumah, asuransi kesehatan platinum beserta keluarganya. Rapat membahas undang-undang juga dibayar uang honor, libur sidang di masa reses juga digaji, naik pesawat juga tiket bisnis," beber Yudi.
Apa yang diungkap Yuddy sampai kini masih jadi buah bibir di DPR RI. Namun pantaskah Komisi VIII yang dulu bergelar komisi surga malah jadi tempat menyingkirkan orang yang berbeda mahzab politik? Tentu rakyat tak akan suka Komisi VIII DPR disebut komisi buangan.
(van/try)











































