Melihat Sekolah Gratis untuk Anak Pemulung di Bantargebang, Namanya Sekolah Alam

Melihat Sekolah Gratis untuk Anak Pemulung di Bantargebang, Namanya Sekolah Alam

- detikNews
Senin, 13 Apr 2015 12:25 WIB
Jakarta - Selama ini masyarakat sekitar Jakarta dan Kota Bekasi hanya mengenal Bantargebang sebagai tempat pembuangan sampah. Akan tetapi di balik gundukan sampah TPST Zona, Bantar Gebang, Bekasi masih terdapat semangat anak-anak pemulung yang mengenyam pendidikan.

Salah satunya Sekolah Alam di Kampung Cisalak, RT 2/4, Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang. Sepulang dari mengais tumpukan sampah, anak-anak pemulung itu tepat bersemangat belajar.

"Ya begini namanya sekolah alam jadi semuanya terbuka tidak ada ruang kelas hanya ada gedung perpustakaan dan aula untuk mereka belajar," ujar pengelola sekolah alam, Usman Ismail (51) di lokasi, Senin (13/4/2015).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jangan berpikir pelajar di sekolah ini mengenakan seragam, sepatu dan tas berisikan buku pelajaran. Pasalnya siswa murid-murid yang bersekolah ini merupakan anak-anak pemulung.

"Mereka belajar beratapkan langit dan tanah lapang ini, kalau hujan mereka pindah ke saung di sana. Ya maklum namanya juga pemulung jadi setiap belajar terkadang hanya memakai sendal jepit, kaos dan celana pendek," ujarnya sembari tersenyum.

Usman mengatakan tak sepeser pun uang operasional yang ditarik dari murid. Berbekal bantuan dari donatur dan relawan, anak-anak pemulung itu bisa bersekolah dengan gratis.

"Semuanya gratis. Buku-buku pelajaran mereka dapat dari sumbangan terkadang ada juga buku bekas. Sedangkan guru-guru disini semuanya relawan dari mahasiswa yang peduli dengan nasib pendidikan anak-anak pemulung di sini," tuturnya

Awal mulanya sekolah ini berdiri atas inisatif Usman yang mendirikan TPA (Tempat Pengajian Anak). Dengan keterbatasan biaya, ia menganggap anak-anak pemulung itu dapat pendidikan.

"Ya ilmu yang bisa saya kasih hanya sekedar baca nulis dan ilmu aqidah. Niat hati minimal anak-anak ini bisa baca Alquran. Lama-kelamaan ada teman dari Jakarta yang melihat akhir kami fokuskan bagaimana cara anak-anak ini bisa mendapat pendidikan layaknya sekolah formal," Imbuhnya

Usman sendiri mantan buruh di Tanjung Priok, ketika Indonesia mengalami krisis moneter. Perusahan tempat dia bekerja bangkrut, hingga para pekerjanya mendapat PHK sepihak.

"Setahun di kampung akhirnya saya memutuskan hijrah jadi ke sampah. Waktu anak-anak masih kecil ada 6, mereka masih butuh pendidikan. Namanya orang tua saya mengusahakan supaya bisa bersekolah alhamdulilah anak-anak dapat sekolah di negeri," tuturnya.

Sukses mengantar anak-anak berpendidikan lebih baik. Tak membuat Usman berpuas hati, lantaran melihat kehidupan anak-anak tetangga sekelilingnya tidak bersekolah.

"Dari situ mulai bangun TPA itu sampai akhirnya ada donatur yang tahu dibuatkan sekolah alam ini," tuturnya.

Tak semudah membalikan tangan. Saat memulai ada saja cemooh dan hinaan. "Ya maklum mayoritas mereka semua pendatang, setiap diajak anaknya untuk sekolah mereka masih berpikir untuk bekerja. Tapi lama kelamaan mereka pun sadar hingga akhirnya anak-anaknya diperbolehkan sekolah," tuturnya.

Layaknya sekolah semi formal, Sekolah alam yang dikelola oleh Usman memiliki struktur organisasi. Meski hanya dapat mengenyam pendidikan hingga SMP, anak -anak pemulung itu juga disekolahkan hingga kuliah.

"Kalau di sini hanya ada Paud, TK, SD, sampai SMP, kalau SMK anak-anak itu masuk ke sekolah formal dengan biaya dari donatur dari sekolah ini. Tahun ini aja ada 4 orang yang kita sekolahkan hingga kuliah di Jayabaya semuanya gratis tidak ada speser pun uang yang dikeluarkan," tandasnya.

(edo/ndr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads