"Pembangunan CLC di Malaysia harus dipercepat dengan cara dibuat di tengah-tengah wilayah kerja para TKI agar akses pendidikan tak jauh," kata Kepala BNP2TKI Nusron Wahid di Johor Bahru, Malaysia, Sabtu (11/4/2015).
Aturan pemerintah Malaysia, hanya anak-anak WN Malaysia yang boleh belajar di sekolah layaknya sekolah negeri di Indonesia. Anak-anak warga negara asing diharuskan masuk ke sekolah-sekolah swasta yang tak jarang biayanya cukup besar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adanya CLC ini diharapkan bisa memudahkan anak-anak TKI mendapat pendidikan jika tak terfasilitasi sekolah Malaysia.β Lokasi bekerja orang tua yang jauh dari kota seperti ladang sawit menjadi perhatian khusus pembuatan CLC untuk anak-anak pekerja.β
"CLC di perusahaan ladang sawit atau tempat-tempat kerja di pelosok harusnya diadakan karena lokasinya jauh dari kota. Hak setiap manusia untuk mendapat pendidikan yang layak," sambungnya.
Konsulat Jenderal RI untuk Johor Bahru, Taufiqur Rijal mengatakan sangat banyak anak-anak TKI yang tidak bisa menulis dan membaca karena tak mendapat akses pendidikan yang layak. CLC menjadi salah satu jalan keluarnya. Sekurangnya ada 2500 anak-anak TKI usia sekolah yang ada di Johor Bahru tetapi hanya sebagian kecil yang mengecap pendidikanβ.
Karena itu, pihak KJRI sudah mendirikan sebuah grup belajar Indonesia Community Center (ICC) di kantor KJRI di Jl Taat, Johor Bahru, Malaysia yang sejenis CLC. Bedanya dengan CLC, ICC ini dibangun oleh KJRI dengan siswa yang sebagian besar adalah anak-anak TKI yang ilegal. Diakui Taufiq bahwa pemberian pendidikan pada anak-anak TKI ilegal memang dilematis. Namun, tidak juga lantas menjadi alasan untuk tak memfasilitasi pendidikan bagi anak-anak tersebut.
"Ibu bapaknya memang TKI ilegal tapi kita harus fasilitas pemberian pendidikan pada anak-anak itu agar cerdas dan tidak melakukan kesalahan yang sama seperti orang tua mereka," kata Taufiq saat memperlihatkan ruang kelas ICC, Senin (10/9) kemarin.
Grup belajar itu awalnya hanya menggunakan ruang aula gedung KJRI dengan sekat sebuah tripleks. Namun, adanya bantuan dana rintisan dari Kementerian Pendidikan Indonesia sebesar Rp 2,2 triliun membawa angin segar dengan dibuatnya bagunan kelas semi permanen untuk siswa-siswa tersebut.
Saat ini sudah ada 125 siswa dengan jenjang kelas SD hingga SMA. Mereka diajar oleh para TKI yang saat ini juga sedang menuntut ilmu di cabang Universitas Terbuka di Malaysia. Mereka bisa ikut ujian paket agar mendapatkan rapor dan ijazah. Sehingga saat mereka kembali ke Indonesia, pendidikannya bisa dilanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
(bil/fjr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini