'Satria Piningit' Prananda Prabowo di Balik Pidato Berapi-api Megawati

Kongres IV PDIP

'Satria Piningit' Prananda Prabowo di Balik Pidato Berapi-api Megawati

Moksa Hutasoit - detikNews
Kamis, 09 Apr 2015 17:26 WIB
Sanur, - Pidato berapi-api Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri membuka Kongres PDIP IV di Bali. Pidato berapi-api Megawati konon dibuat oleh tim khusus yang diketuai oleh 'Satria Piningit' Prananda Prabowo.

Prananda Prabowo yang selama ini menjadi Ketua Situation Room PDIP memang selama ini dikenal berada di balik pidato-pidato mengharu-biru Megawati. Putra kedua Megawati itu memang kerap berada di balik layar tak seperti sang adik, Puan Maharani, yang kini jadi Menko PMK.

Pidato Megawati yang dibacakan lewat teleprompter memang sangat terstruktur dan menyentuh semua aspek kebangsaan. Gaya pidato Mega yang berapi-api menambah apik pidato Ketua Umum PDIP di pembukaan kongres yang digelar di Hotel Inna Grand Bali Beach, Sanur, Kamis (9/4/2015). Nyatanya ribuan peserta kongres PDIP 'terbakar' pidato sang ketua umum yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk partai banteng moncong putih tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Megawati mengawali pidatonya dengan mengutarakan alasan memilih Bali kembali menjadi lokasi kongres PDIP. Selama ini kongres PDIP memang selalu digelar di Bali yang juga salah satu basis kekuatan PDIP.

"Saudara-saudara, Bali tidak hanya menjadi tiang penyangga kekuatan Partai. Di Pulau Dewata inilah aksara api kesejarahan Partai dituliskan. Aksara kesejarahan berwarna merah membara, yang justru terlihat semakin terang, ketika rintangan kegelapan menghadang. Di tempat ini pula suluh perjuangan kita nyalakan, menjadi api perjuangan yang tidak akan pernah padam," demikian awal pidato Megawati yang menggebu-gebu.

Setelah sedikit membanggakan kemenangan PDIP di Pemilu 2014, Megawati mulai menyoroti momen bersejarah yang bakal dihelat di Bandung. Yakni peringatan Konferensi Asia-Afrika. Pemaparan Mega soal KAA sangat detail, seolah Mega tak sabar mengenang kembali kedigdayaan Indonesia tempo dulu.

"Enam puluh tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 18-24 April 1955, Bung Karno mencetuskan Konferensi Asia-Afrika. Konferensi menghasilkan kesepakatan Dasasila Bandung yang membangunkan kesadaran baru bagi bangsa-bangsa Asia, Afrika dan Amerika Latin untuk mendapatkan hak hidup sebagai bangsa merdeka," kata Mega.

"Namun, negara-negara yang baru merdeka tersebut, pada waktu itu dihadapkan pada tantangan baru, berupa rivalitas dua blok besar, yakni Blok Barat dan Blok Timur. Indonesia pun kembali menjadi pelopor Gerakan Non Blok. Saudara-saudara sebangsa dan setanah air, apa yang saya sampaikan di atas, tidak hanya bertujuan menggelorakan kembali kepemimpinan Indonesia di dunia internasional," ujar Mega berapi-api.

Presiden RI ke-5 itu kemudian menyinggung isu terkini sekaligus mengingatkan Presiden Jokowi untuk patuh kepada konstitusi. "Saudara-saudara sekalian, kepeloporan Indonesia di atas, hanya terjadi karena semangat juang. Mereka berjuang dengan penuh keyakinan, tanpa terpengaruh oleh opini yang dipublikasikan. Inilah dasar-dasar kepemimpinan Indonesia. Kepemimpinan yang menyatu dengan rakyat, dan pada saat bersamaan, setia pada konstitusi. Kesetiaan pada konstitusi ini sifatnya mutlak. Pemimpin memang harus menjalankan kewajiban konstitusionalnya tanpa menghitung apa akibatnya," kata Mega.

"Karmane Vadhikaraste Ma Phaleshu Kada Chana: Kerjakanlah kewajibanmu dengan tidak menghitung-hitung akibatnya. Kepemimpinan yang seperti ini, hanya akan muncul apabila ia sungguh memahami sejarah bangsanya; memahami siapa rakyatnya, dan memahami dari mana asal-usulnya. Untuk itulah, guna mengkontemplasikan kepemimpinan Indonesia, saya mengajak kita semua untuk melihat ke dalam, tentang hal-hal fundamental, tentang cita-cita besar, dan keparipurnaan gagasan Indonesia Merdeka," sambung Mega.

Paparan Mega tentang revolusi mental semakin memberi kesan kemantangan isi pidato tersebut. Mega bicara panjang lebar tentang semangat revolusi mental, sampai sejarahnya di masa lalu.

"Saudara-saudara sekalian, gagasan revolusi mental pertama kali disampaikan dalam Pidato Kenegaraan Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1957. Beliau saat itu mencanangkan berkibarnya Panji Revolusi Mental. Buanglah segala kemalasan, buang segala ego sentrisme, buang segala ketamakan. Jadilah manusia Indonesia, manusia Pembina, manusia yang sampai ke tulang sumsumnya bersemboyan satu buat semua, semua buat pelaksanaan satu cita-cita," kata Mega.

Akhir pidato Mega semakin mengesankan keseluruhan isi pidato yang sangat soekarnois. Mega membacakan puisi karya ayahandanya itu.

AKU MELIHAT INDONESIA

Jikalau aku melihat gunung gunung membiru,
Aku melihat wajah Indonesia;
Jikalau aku mendengar lautan membanting di pantai bergelora,
Aku mendengar suara Indonesia;
Jikalau aku melihat awan putih berarak di angkasa,
Aku melihat keindahan Indonesia;
Jikalau aku mendengarkan burung perkutut di pepohonan,
Aku mendengarkan suara Indonesia.

Jikalau aku melihat matanya rakyat Indonesia di pinggir djalan,
Apalagi sinar matanya anak-anak kecil Indonesia,
Aku sebenarnya melihat wajah Indonesia.

Air mata dan pekikan teriakan "Merdeka" menutup pidato mengesankan Mega sekaligus membuka secara resmi Kongres IV PDIP di Bali.

(van/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads