7 Provinsi Dinyatakan KLB DBD
Selasa, 08 Feb 2005 17:46 WIB
Jakarta - Tujuh provinsi dikategorikan sebagai daerah kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah dengue (DBD) yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).Demikian data yang diperoleh detikcom dari Departemen Kesehatan, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Selasa (8/2/2005). DKI Jakarta pada Januari 2005 terdapat 1.227 penderita dengan 9 orang meninggal dunia. Lalu hingga 7 Februari 2005, penderita 180 orang dan 10 orang meninggal dunia.Jawa Barat, Januari 2005 penderita mencapai 785 orang dengan 32 orang meninggal dunia. Februari, 78 orang dirawat.Kalimantan Timur, pada Januari 2005 penderita 301 orang dan 13 orang meninggal. Data bulan Februari belum masuk.Selanjutnya, Sulawesi Utara pada Januari 178 orang penderita dan 6 orang meninggal dunia. Data Februari penderita 4 orang.Sulawesi Selatan pada Januari penderita 431 orang dan 9 meninggal dunia. Data bulan ini belum masuk. NTB Januari 93 orang dan meninggal 2 orang meninggal. Data Februari belum masuk. NTT penderita 223 orang dan 2 orang meningga. Data Februari juga belum masuk.Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengatakan konsekuensi adanya KLB akan dilakukan logistik obat-obatan, laporan yang lebih cepat, pengasapan dan pemberian obat-obatan gratis di rumah sakit.Menurutnya, jumlah KLB yang terjadi antara Februari dan Januari kurang dari 5.000 jika dibanding tahun 2004 yang mencapai lebih dari 9.000 orang sudah mengalami penurunan. Namun, tetap melakukan pemantauan agar tidak sampai terulang kejadian seperti tahun kemarin."KLB jika penderitanya 2 kali lipat dari bulan sebelumnya atau bulan ynag sama pada tahun yang lalu. Kejadian dinyatakan KLB jika angka kematian lebih dari 1 persen," kata Siti.Ketika ditanya mengenai rumah sakit yang tidak memadai dalam menangani korban DBD, Siti menilai tidak perlu tindakan spesifik. "Jadi hanya tinggal diinfus. Walaupun di lorong kalau penanganannya baik tidak apa-apa. Kalau jumlahnya meningkat lalu kita buat rumah sakit baru kan tidak mungkin," demikian Siti Fadilah Supari.
(aan/)