Dua ABK senior yang masing-masing berusia 76 dan 60 tahun bercerita, pernah bekerja di sebuah kapal milik Tiongkok. Di sana, mereka melihat bagaimana ikan-ikan Indonesia diangkut lalu dibawa ke luar negeri tanpa pengawasan.
Modusnya, para kapal-kapal penangkap itu mengumpulkan hasil tangkapan di sebuah kapal pengangkut yang kemudian diangkut ke luar negeri tanpa dokumen dan surat-surat ilegal. Praktik ini disebut illegal transhipment. Praktik ini berlangsung sebelum adanya moratorium dan kampanye penenggalaman kapal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain pencurian ikan, mereka juga melihat praktik penyalahgunaan BBM bersubsidi. Bahan bakar yang seharusnya diperuntukkan untuk kapal-kapal kecil itu, dijual oleh oknum aparat ke kapal-kapal besar di tengah laut. Ada juga kapal-kapal yang hanya berbekal 'surat sakti' dari pejabat tertentu, lalu bisa lolos dari pemeriksaan.
"Minyak subsidinya disebar buat nyolong ikan. Sedih saya," tambahnya.
Dua pria ahli mesin kapal ini sekarang sudah bekerja di kapal milik Indonesia. Namun tidak berlayar karena kapalnya terkena moratorium. Mereka setuju dengan kebijakan Menteri KKP Susi Pudjiastuti untuk memberangus pencurian ikan dan penertiban kapal-kapal eks asing.
"Kalau begitu, kita kan nelayan lokal bisa menjadi tuan di negeri sendiri," terangnya.
Mukhtar, kepala Stasiun PSDKP Tual mengatakan, praktik ilegal fishing yang diceritakan dua ABK tadi memang benar adanya. Pihaknya kerap menemukan bahkan sudah melakukan beberapa penangkapan.
Tahun 2014, dia sudah menangani dua kasus pencurian ikan dan bom ikan. Lalu di tahun ini, ada tujuh kasus pencurian ikan yang tersebar penanganannya di Ambon, Tual dan Merauke.
"Banyak yang tidak punya dokumen, atau dokumen ada tapi kadaluarsa. Pakai tenaga kerja asing, ada juga yang izin sudah dicabut, namun tetap nangkap. Tapi kita belum menangkap yang benar-benar asing mencuri itu belum," terang Mukhtar kepada detikcom.
Selain kasus-kasus di atas, Mukhtar juga mengincar pelaku yang menangkap ikan dengan cara ilegal, seperti bom atau bius, hingga alat tangkap yang sudah dilarang oleh pemerintah. Meski minim dana dan personel, operasi tetap berjalan.
Sekretaris Satgas Illegal Fishing Ida Kusuma W memberi gambaran modus-modus nakal kapal lainnya. Ada perusahaan yang menggunakan surat izin penangkapan ikan (SIPI) namun untuk beberapa kapal. Ada juga perusahaan yang tak memiliki Unit Pengolahan Ikan (UPI), padahal wajib ada, dan lain-lainnya.
"Ini semua akan kita tertibkan lewat moratorium ini," tegas Ida.
(mad/fdn)