PT PBR Bantah Isu Perbudakan ABK Myanmar, dari Penyiksaan hingga Air Kotor

PT PBR Bantah Isu Perbudakan ABK Myanmar, dari Penyiksaan hingga Air Kotor

Rachmadin Ismail - detikNews
Jumat, 03 Apr 2015 07:29 WIB
Hermanwir Martino (Foto: Rachmadin Ismail/detikcom)
Kepulauan Aru, -

Pejabat PT Pusaka Benjina Resources membantah semua pemberitaan tentang isu perbudakan. Mereka menjawab pengakuan puluhan Anak Buah Kapal (ABK) asal Myanmar tentang jam kerja yang tak manusiawi, gaji yang tak dibayar, hingga masalah penyiksaan.

Site Operational Departement Head PT PBR Hermanwir Martino mengatakan, semua pemberitaan tidak benar. Meski Associated Press (AP), media yang mengabarkan isu tersebut sudah mewawancarai puluhan ABK.

"Sudah pasti itu tidak benar. Berita itu tidak benar. Misalnya gambar orang di sel. Itu hanya satu orang yang diminta. Tidak ditanya apa sebabnya," kata Hermanwir di Benjina, Kepulauan Aru, Maluku, Kamis (2/4/2015).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Herman mengklaim, sel yang selama ini muncul fotonya di berbagai media bukanlah penjara. Dia menyebut ruang 2x4 meter itu sebagai 'ruang detensi sementara'.

Bahkan dia menyebut, ruangan itu sudah diketahui pihak Imigrasi setempat dan aparat lainnya.

"Mereka yang dimasukkan ke sana juga atas permintaan nakhoda kapal. Bukan perusahaan," tegasnya.

Mereka yang dimasukkan ke ruang detensi itu adalah para ABK yang melakukan tindak pidana ringan. Herman mencontohkan, para ABK yang mabuk lalu berbuat onar, berkelahi sesamanya, atau mereka yang tidak disiplin. Hanya mereka yang membunuh dan berbuat kriminal berat yang diserahkan ke polisi.

Padahal berdasarkan aturan, seharusnya tindak pidana ringan pun urusan polisi. Tidak ada perusahaan yang berhak menghukum karyawannya secara fisik sendiri.

"Itu hanya sementara saja. Paling lima hari, supaya memberi efek jera," tegasnya.

Herman juga membantah kabar soal jam kerja yang tidak manusiawi, hingga gaji yang tidak dibayarkan pada WN Myanmar. Dia juga bahkan menepis kabar soal WN Myanmar di kapal tersebut. Semua ABK disebut Herman berasal dari Thailand. Bila ada yang mengaku WN Myanmar itu bisa saja, namun dia mengurus surat di Thailand.

"Dokumennya lengkap. Kalau ada yang mengaku dari Myanmar dan Kamboja bisa saja, yang pasti dokumen yang masuk ke kita asalnya Thailand," jelasnya.

Tak ketinggalan, Herman menangkis kabar kuburan massal di Benjina terhadap orang Myanmar. Dia menyebut pemakaman yang ada di salah satu pulau, merupakan WN Myanmar dan ABK yang meninggal dunia sejak tahun 2009, bukan mereka yang tewas secara massal.

"Kalau kuburan massal kan misalnya 10-200 orang dikubur dalam satu kuburan. Ini bukan seperti itu. Mereka sudah lama," ungkapnya.

AP membongkar isu perbudakan di Benjina lewat wawancara dengan lebih pada 80 ABK kapal asal Myanmar. Mereka mengaku menjadi korban trafficking di Thailand, hingga berakhir jadi ABK kapal.

Sejauh pantauan detikcom selama di Benjina, memang banyak sekali WN Myanmar di kapal. Namun mereka datang dengan dokumen Thailand.

Sebagian ABK Myanmar yang bisa berbahasa Indonesia yang diwawancarai detikcom ada yang masih mengaku 'tersiksa' di Benjina. Mereka tidak dibayar, tidak diberi makan dan ingin pulang.

Sebagian lagi ada yang memiliki luka-luka di sekujur tubuhnya. Namun dia tak bisa diwawancarai kenapa bisa sampai terluka karena tak bisa berkomunikasi dalam bahasa Inggris atau Indonesia.

(mad/fdn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads