Hafidz sendiri dari aktivis buruh menggugat Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 menteri yang tertuang dalam Per.16/Men/X/2008 tentang Pemeliharaan Momentum Ekonomi Nasional. SKB 4 menteri itu dinilai bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan. Hafidz menilai ada beberapa pasal yang patut diperbaiki dalam SKB 4 menteri tersebut. Dia pada Desember 2008 langsung menggugat ke MA.
"Ada dua pasal yang saya ajukan judicial review pasal 2 huruf a dan pasal 3," ujar Hafidz saat dihubungi, Selasa (31/3/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sampai sekarang belum ada kabar putusannya, lantas apa yang harus sampaikan kepada teman-teman buruh?" tutur Hafidz.
Hafidz heran apa yang membuat MA belum memberikan keputusan terhadap gugatannya. Dia bahkan aneh bila MA tidak menyidangkan perkaranya karena MA beralasan tidak punya ruangan.
"Kalau dia bawa-bawa masalah ruangan sidang, itu enggak masuk akal. Gedung MA itu gede banget!" ujarnya.
Hafidz juga berpesan kepada para pimpinan MA. Dia meminta sidang judicial review di MA sebaiknya terbuka. Alasannya, karena judicial review memiliki putusan yang berdampak dengan masyarakat.
"Jangan samakan dengan pidana atau dengan sidang perdata. Ini judicial review efeknya untuk masyarakat," ucapnya.
Atas pengalamannya, Muhammad Hafidz, menggugat UU MA tentang sidang judicial review ke MK. Mereka menggugat Pasal 31A ayat 4 huruf h UU 3/2009 yang berbunyi:
Permohonan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh Mahkamah Agung paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan.
Pemohon meminta MK memberikan penafsiran konstitusional bersyarat terhadap Pasal 31A ayat 4 UU MA. Sehingga pasal itu berbunyi:
'Permohonan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Mahkamah Agung paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan, yang pemeriksaan pokok permohonan dan pembacaan putusan dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum'.
(rvk/asp)