"Salah satu peringatan yang sudah berjalan, saya ingat adalah kasus di Garut. Bupati itu diputuskan melanggar etika hanya karena tidak catat pernikahannya," kata ahli hukum tata negara, Irman Putra Sidin, saat dimintai pendapat oleh Tim Angket di Gedung DPRD DKI, Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (25/3/2015).
Dalam kasus Aceng Fikri, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan rekomendasi DPRD terkait pemberhentian bupati karena melanggar UU. Menurut Irman, kasus tersebut menjadi peringatan bagi semua kepala daerah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Irman menuturkan pelanggaran etika dapat dianggap menyebabkan krisi multidimensi. Oleh sebab itu, menurut Irman, sekadar niat baik dalam menjalankan tugas belum cukup.
"Jadi tidak bisa penyelenggara, wah saya punya niat baik. Kalau melanggar norma yang ada, tetap tunduk pada sistem etika yang ada," ucapnya.
Irman menjabarkan bahwa permasalahan etika kepala daerah diatur dalam TAP MPR VI/2001. Aturan itu kemudian dijabarkan lagi dalam UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.
(imk/aan)