"Memerintahkan tergugat menghentikan swastanisasi air minum di DKI. Mengembalikan pengelolaan air minum di DKI sesuai Perda No 13 tahun 1992 dan perundangan lainnya," demikian keputusan yang dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Iim Nurokhim di PN Jakpus, Jl Gadjah Mada, Jakpus, Selasa (24/3/2015).
Peraturan Daerah tersebut adalah Perda Khusus Ibukota DKI yang mengatur bahwa PDAM merupakan pihak yang berwenang melakukan usaha penyediaan dan distribusi air minum kepada masyarakat untuk kemanfaatan umum lainnya, terutama di wilayah DKI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebagaimana tertuang dalam pasal 11 dan 12 Konvensi Internasional Hak sosial, ekonomi, dan budaya sebagaimana telah diratifikasi dalam UU No 11 Tahun 2005 juncto komentar umum 15 Tahun 2002 hak atas air Komite PBB untuk hak sosial dan budaya," tambah Iim.
Pihak penggugat pun meminta agar pemerintah tunduk atas keputusan hakim tersebut. Pemerintah pun juga diminta untuk segera mengusir 2 perusahaan asing yang selama ini mengelola air minum dan air bersih di DKI, PT Palyja yang berasal dari Perancis, dan PT Aetra dari Inggris.
"Sekarang pemerintah, negara, harus tunduk pada putusan ini, khususnya Pemprov DKI harus segera mengusir Palyja dan Aetra, ambil alih pengelolaan air, tidak perlu bayar ke mereka, diakusisi, justru sebaliknya rakyat harus menggugat minta mereka ganti rugi," kata kuasa hukum para penggugat, Arif Maulana usai persidangan.
"Kita beri pesan pada Presiden Jokowi, menteri-menteri dan Gubernur DKI Pak Ahok untuk usir mereka dari tata kelola Jakarta, ambil alih malam ini juga. Pengembalian ini dalam rangka memenuhi pasal 33 UUD 1945 di mana air itu dikuasai oleh negara," sambungnya.
Pemerintah kemudian diharapkan agar menyiapkan tata kelola air yang baik bagi masyarakat sesuai keputusan hakim. Serta yang tidak boleh dilupakan adalah bagaimana Perda Khusus Ibukota soal peran PDAM harus kembali dijalankan.
"Reformasi dan resutruktur Pam Jaya. Bersihkan Pam Jaya dari maling-maling. Kalau Ahok tidak mau menjalankan putusan ini jangan pilih lagi. Bohong dia. Gulingkan dia. Termasuk Jokowi, jangan pilih lagi di pemilu kalau tidak menjalankan putusan ini," tutur Advocat dari LBH Jakarta itu.
"Seluruh warga negara bisa mengusir Palyja kalau menawarkan pelayanan ke rumahnya. Ini sejarah dunia di mana pengadilan mendukung pemerintah mengambil alih pengelolaan dari asing. Indonesia negara kedua," imbuh kuasa hukum penggugat lainnya, Muhamad Isnur.
Putusan hakim PN Jakpus ini disambut gembira oleh para penggugat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMSSAJ). Mereka bahkan menyanyikan lagu Indonesia Raya saat hakim mengetuk palu setelah membacakan putusannya.
"Hidup rakyat! Ini kemenangan rakyat," teriak mereka sahut menyahut di dalam ruang sidang.
Salah satu penggugat, Suhendi Nur berharap agar keputusan hakim tidak disia-siakan oleh pemerintah. Pasalnya perjuangan yang mereka lakukan tidaklah mudah, apalagi segala daya upaya telah mereka curahkan agar hak warga Indonesia dapat terpenuhi.
"Semoga ini tidak disia-siakan, dan rakyat yang dipercaya untuk mengelola Pam Jaya jangan mengecewakan rakyat lagi. Rupanya hati nurani masih ada di pak Hakim PN Jakpus," tukas Suhendi terharu.
Pihak Palyja sendiri yang diwakili oleh kuasa hukumnya masih belum mau memberikan tanggapan terkait hasil putusan tersebut. Para kuasa hukum tergugat bergegas segera meninggalkan ruangan usai sidang berlangsung.
(ear/jor)











































