Kontras Pertanyakan Latihan Militer di Poso yang Memburu Teroris Santoso

Kontras Pertanyakan Latihan Militer di Poso yang Memburu Teroris Santoso

- detikNews
Selasa, 24 Mar 2015 17:05 WIB
Jakarta - Pasukan TNI yang tergabung dalam Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) melakukan operasi latihan militer di Poso, Sulawesi Tengah. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mempertanyakan kegiatan latihan militer yang salah satu tujuannya untuk memburu kelompok teroris jaringan Santoso di Poso tersebut.

"Kenapa operasi militer dikerahkan untuk melakukan penangkapan teroris Santoso, yang seharusnya penangkapan teroris itu adalah upaya penegakan hukum," ujar Koordinator Kontras Haris Azhar dalam diskusi mempertanyakan operasi militer yang dilakukan di Poso di Kantor Kontras, Jl Borobudur, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (24/3/2015).

Tak hanya itu, berdasarkan informasi yang dihimpun Kontras, jumlah personel yang dikerahkan dalam latihan tersebut sebanyak 3.000 personel. Jumlah ini dirasa Kontras sangat berlebihan dan membuat takut masyarakat setempat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami melihat situasi di Poso dengan tiga armada yaitu AL, AU dan AD itu dikerahkan dalam operasi besar-besaran, sekitar 3.000 personel diturunkan di beberapa titik yang diduga sebagai basis teroris Santoso. Di mana wilayahnya ada di tiga desa, yaitu Desa Tangkura di Poso pesisir selatan, Desa Tambarana di Poso pesisir utara dan Pegunungan Biru Tamanjeka," kata Haris.

Kepala Biro Riset Kontras, Puri Kencana Putri mengatakan, pada saat bersamaan digelar operasi Camar Maleo 2015 yang dilakukan oleh Polda Sulawesi Tengah. Operasi ini juga bertujuan untuk membekuk jaringan teroris Santoso.

"Operasi Camar Maleo 2015 dibentuk untuk membekuk jaringan Santoso dan organisasi Mujahidin Indonesia Timur. Di mana dari pantauan kami terdapat ribuan personel juga yang diturunkan dalam operasi tersebut. Dengan estimasi 600 personel Brimob, dan 400 personel dari jajaran Polda Sulawesi Tengah, seperti Polres Poso, Parigi, Moutong, Tojo Unauna, Morowali dan Sigi," jelas Puti.

"Dengan perbandingan seperti itu, sipil, polisi dan TNI menjadi tidak seimbang dengan TNI yang pasukan dan koordinasi lebih banyak sehingga menimbulkan sedikit keresahan terutama pada tiga wilayah tadi," timpal Haris.

Sementara itu, Kepala Divisi Pemantauan Hak-hak Sipil dan Politik Kontras, Putri Kanesia mengatakan, operasi militer tersebut membuat warga kehilangan rasa aman. Tak hanya itu, banyak juga warga yang harus kehilangan mata pencaharian.

"Dari informasi yang kami terima, dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Sipil mengatakan, operasi yang sedang berjalan ini membuat warga belum mendapatkan jaminan rasa aman. Di mana operasi militer ini berpotensi mengorbankan hak-hak publik terutama mata pencaharian, rasa aman, dan hak-hak lain yang saling bergantungan," jelas Kanesia.

"Kontras mempertanyakan, sudahkan publik mengetahui adanya gelar operasi pasukan dalam jumlah dan angka yang fantastis? Sudahkah publik mengetahui rencana operasi militer tersebut?" tanya Haris.

Pada Selasa (17/3) Menkopolhukam Tedjo Edy Purdijatno mengatakan, latihan militer tersebut bertujuan untuk menguatkan pertahanan di wilayah Sulawesi Tengah.

"Mereka (TNI) mengadakan latihan di sana. Ada latihan PPRC, dan akan dilanjutkan dengan operasi (penangkapan teroris) ya bisa saja. Karena begini, di Poso pada bulan September akan diadakan Sail Tomini, akan mendatangkan orang-orang asing. Sehingga tidak ada kendala masalah keamanan. Jadi itu harus diselesaikan supaya tidak ada kendala," kata Tedjo di Kantor Presiden.

Tedjo pun mengakui adanya potensi gangguan keamanan di Poso. Namun hal itu diyakininya bisa diatasi, terutama terkait ancaman terorisme.

(jor/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads